REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, meminta publik ikut mengawal persoalan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, yang sedang berproses persidangannya di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Permintaan itu lantaran menurut Hasto, belakangan publik, khususnya perwakilan partai politik di parlemen hanya fokus pada dugaan pelanggaran etik Ketua DPR, Setya Novanto.
Menurut dia, permasalahan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI) sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pertarungan kepentingan. Kepentingan-kepentingan inilah yang semestinya turut dilihat.
"Ada upaya-upaya memperpanjang kontrak Freeport sebelum waktunya," kata Hasto usai rakor persiapan akhir Pilkada Serentak 2015 di Gedung KPU Pusat, Jakarta Pusat, Ahad (6/12).
Ia menyampaikan, pembicaraan perpanjangan kontrak karya PTFI seharusnya baru bisa dilakukan dua tahun sebelum 2021. Dengan kata lain baru bisa dibicarakan pada 2019.
Hasto juga menyoroti motif di balik perekaman pembicaraan oleh Presiden Direktur PTFI Maroef Syamsoeddin. Ia menilai seseorang yang menjadi petinggi perusahaan asing melakukan tindakan perekaman sepihak sebagai preseden.
PDIP, tambah dia, berkepentingan menegakkan konstitusi dan Pasal 33 UUD 1945 agar dilaksanakan dengan baik. Partainya tidak akan ikut campur permasalahan diluar konteks itu, khususnya dalam persidangan dugaan pelanggaran etik di MKD.
"Mari kita percayakan ke MKD. Jangan biarkan bangsa ini terpecah-belah secara sepihak yang belum tentu juga dari aspek legalitasnya bisa diterima kita semua," ucap Hasto.
Hasto menyatakan, Setya Novanto harus diberikan kesempatan seluas-luasnya menyampaikan klarifikasi di MKD. Setnov dinilai perlu memberi penjelasan terkait rekaman percakapan dengan pengusaha Riza Chalid dan Maroef Sjamsuddin.
"Setelah mendengarkan dari pihak pengadu, kita juga harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Setya Novanto untuk memberikan keterangan di MKD," kata Hasto.
(Baca Juga: Hasto: Beri Kesempatan Setnov Klarifikasi)
Sementara anggota Komisi I DPR, Effendy Simbolon menyayangkan polemik pencatutan nama yang sedang menjadi sorotan saat ini, keluar jauh dari konteks prinsip negara yang sebenarnya, yakni terkait urusan konstitusi antara PTFI dengan Pemerintahan Indonesia.
"Semua ini karut marut yang tidak pada konteks yang sebenanarnya. Masalah prinsipnya antara Indonesia dan Freeport itu tidak tersentuh. Freeport belum jalankan apa yang ada di Kontrak Karya (KK) tapi masa sudah mau dialihkan ke bentuk kontrak lain," kata dia dalam diskusi terbuka di Jakarta, Ahad.