Rabu 02 Dec 2015 09:23 WIB

Soal Kontrak Freeport, Pakar: Pemerintah Harus Bertindak Tegas

 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perpanjangan kontrak karya PT Freeport tengah menjadi sorotan publik, pascamencuatnya dugaan pencatutan nama pimpinan negara.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Padjajaran Bandung, Indra Perwira menilai momentum ini bisa digunakan untuk mengkaji kontrak karya PT Freeport.

Menurutnya pemerintah harus tegas terhadap PT Freeport, jika perpanjangan kontrak karya memang melanggar Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba).

"Harus ada tindakan tegas. Seharusnya konteks pertama yang harus dilawan itu adalah masalah Freeport. Kalau perlu ada usir Freeport (dari tanah Papua)," katanya.

Ia menilai banyak pelanggaran konstitusi dalam masalah kontrak Freeport. Disamping masalah pencatutan nama pimpinan negara, yang kini tengah berproses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, menurutnya pemerintah dan DPR harus segera mengagendakan penyelesaian kontrak PT Freeport agar hasilnya tak merugikan bangsa Indonesia.

"Banyak pelanggaran konstitusi dalam masalah Freeport. Ini masalah  kedaulatan negara dan ini harus segera diselesaikan,” ujar dia.

Dia pun mengingatkan bahwa masalah Freeport dan pemerintah sendiri melalui peraturan pemerintah yang mewajibkan perusahaan asing yang bergerak sektor minerba untuk melakukan divestasi saham sebesar 25 persen.

"Harusnya kan Indonesia tidak perlu punya saham Freeport karena sumber daya alam itu milik Indonesia dan Freeport bisa berusaha di Papua karena izin kita," tegasnya.

"Jadi tanpa harus memegang saham kita harusnya bisa menentukan sendiri berapa yang harus kita dapatkan dari usaha mereka yang sangat menguntungkan tersebut. Saya yakin kita bisa minta minimal pembagian 50:50. Kalau Freeport tidak mau, yah berikan saja pada perusahaan lain," jelasnya.

(Baca: Masih Bandel, Pemerintah Siapkan Peringatan Kedua Bagi Freeport)

Sebelumnya diberitakan, pemerintah sedang menyiapkan surat peringatan kedua bagi PT Freeport Indonesia yang sampai saat ini masih enggan melakukan penawaran sahamnya kepada pemerintah.

Freeport sendiri sudah molor nyaris dua bulan untuk menawarkan 10,64 persen sahamnya. Surat peringatan pertama sudah dilayangkan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Freeport pada November awal lalu.

Kepala Biro Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Heriyanto menilai Freeport hingga kini belum menujukkan itikad baik untuk menjalankan kewajiban divestasinya. Maka dari itu pemerintah juga belum bisa melakukan evaluasi aset atas nilai saham yang ditawarkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement