REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Sedikitnya 2.000 hektare areal tambak udang yang tersebar di empat desa di Kabupaten Indramayu terpaksa ditelantarkan pemiliknya. Hal itu menyusul fenomena el nino kuat yang membuat tingkat salinitas (kandungan garam) pada areal tambak sangat tinggi.
Adapun empat desa itu, yakni Desa Panyingkiran Lor, Panyingkiran Kidul, Lamarantarung, dan Cantigi. Keempat desa itu seluruhnya terletak di Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu.
''Areal tambak nganggur sudah tiga bulan sejak September sampai sekarang,'' ujar seorang petambak asal Desa Panyingkiran Lor, Sanadi kepada Republika.co.id, Selasa (1/12).
Sanadi menyatakan, kemarau panjang telah menyebabkan areal tambak tak memperoleh pasokan air tawar. Akibatnya, tingkat salinitas pada areal tambak sangat tinggi hingga terbentuk kristal-kristal garam.
Dalam kondisi seperti itu, lanjut Sanadi, budidaya udang tidak bisa hidup. Akibatnya, udang yang dibudidayakan petambak menjadi mati.
Sanadi mengaku telah dua kali mencoba membudidayakan udang vanamei di areal tambak seluas tiga hektare miliknya. Namun, saat bibit udang vanamei baru berumur satu minggu, langsung mati.
Sanadi pun harus menanggung kerugian yang cukup besar. Setiap kali membudidayakan udang, dia mengeluarkan modal sebesar Rp 4,5 juta. Dengan dua kali budidaya, maka kerugian yang dialaminya mencapai Rp 9 juta.
''Karena rugi terus, akhirnya tambak saya anggurin,'' keluh Sanadi.