Senin 30 Nov 2015 17:48 WIB

Hehamahua: DPR Wajib Pilih Lima Pimpinan KPK

Rep: c25/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu mundurnya penetapan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian merebak. Indikasi terkuat adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin memperpanjang masa jabatan Plt Pimpinan KPK.

Mantan Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua, menilai tidak ada celah hukum yang bisa mendasari tindakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk kembali menunda penetapan pimpinan KPK. Menurutnya, UU nomor 30 tahun 2002 secara tegas telah mewajibkan DPR, untuk memilih lima dari 10 nama yang telah diajukan Panitia Seleksi, sebagai pimpinan KPK.

(Baca: PDIP Ingin Uji Kelayakan Capim KPK tidak Ditunda)

Apabila DPR kembali menunda lagi dan tidak juga menetapkan lima pimpinan KPK, Abdullah menegaskan akan muncul persoalan hukum baru yang menjadi pembahasan dan menambah persoalan. Salah satu persoalan yang akan muncul adalah perdebatan, apakah DPR melanggar undang-undang lantaran tidak menetapkan lima pimpinan KPK sesuai waktu.

"Peraturan tegas DPR wajib memilih lima pimpinan KPK, jika tidak, akan timbul persoalan hukum baru apakah DPR melanggar konstitusi atau tidak," kata Abdullah kepada Republika.co.id, Senin (30/11).

Ia menerangkan setelah perdebatan apakah DPR telah melanggar undang-undang atau tidak, akan ada persoalan hukum lain yaitu tentang apakah DPR bisa dijatuhi sanksi karena telah melanggar konstitusi.

(Baca: Fahri: Komisi III Independen Soal Capim KPK)

Meski begitu, masyarakat secara kode etik DPR tetap akan bisa diadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lantaran tidak melaksanakan tugas. Abdullah menambahkan sesuai peraturan hukum yang ada, presiden juga bisa melaporkan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas dasar tidak melaksanakan perintah undang-undang.

Menurut Abdullah, menentukan tindakan DPR benar atau salah memang merupakan tugas MK, sekaligus menyelesaikan pertikaian jika memang timbul pertikaian karena DPR kembali menunda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement