Senin 30 Nov 2015 11:24 WIB

MKD Bahas Jadwal Sidang Kasus Setnov Siang ini

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat (kiri) didampingi Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (kanan) memimpin rapat konsultasi bersama Ahli Bahasa Sosiolinguistik dari Sekolah Tinggi Intelijen, Yayah Bachria Mugnisyah di Kompleks Parlemen, Jak
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat (kiri) didampingi Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (kanan) memimpin rapat konsultasi bersama Ahli Bahasa Sosiolinguistik dari Sekolah Tinggi Intelijen, Yayah Bachria Mugnisyah di Kompleks Parlemen, Jak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dijadwalkan akan menggelar rapat pleno terkait perkara pencatutan nama pimpinan negara dalam perpanjangan kontrak PT Freeport, pada Senin (30/11) siang ini.

Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan, rapat pleno hari ini akan menentukan kapan MKD akan menggelar sidang atas perkara yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

Ia mengungkapkan sebelum jadwal sidang ditentukan, maka MKD tidak akan melakukan pemanggilan terhadap Menteri ESDM Sudirman Said maupun Ketua DPR Setya Novanto.

"Firm itu (tidak ada pemanggilan). Sebab, kalau pemanggilan itu kan harus dikirimkan suratnya. Jadi diputuskan dulu, akan disidangnya kapan. Baru (setelah itu) diundang," ucap politikus PKS itu di ruang kerja MKD, gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/11).

Namun, dia memastikan, MKD akan terlebih dahulu memanggil Sudirman Said sebagai pengadu. Sebab, menurut dia, bukti-bukti yang diserahkan Menteri ESDM harus sahih dan dapat dipertanggungjawabkan terlebih dahulu.

(Baca: 'Presiden Belum Perlu Hadiri Sidang MKD untuk Kasus Setnov')

Ia juga meminta publik untuk percaya akan kinerja MKD dalam mengusut dugaan pelanggaran etika ini. Dia menyebutkan, sidang akan berlangsung terbuka atau tertutup bergantung pada preferensi di tiap awal persidangan dimulai.

Sebelum memulai sidang, ucap Surahman, mahkamah akan mempertimbangkan soal aspek privasi dibandingkan dengan aspek informasi publik. Bila mahkamah menilai ada unsur-unsur privasi yang boleh menjado konsumsi publik, maka persidangan akan dilaksanakan secara terbuka. Demikian pula sebaliknya.

"Kalau lebih berat hak privasinya, tentu etika kita lebih selaras (persidangan) tertutup. Kalau ini lebih kuat hak publik, saya menduga tentu akhirnya terbuka. Ini dibahas tiap mau sidang," kata dia.

(Baca juga: 'Jika Keputusan MKD Antiklimaks, Publik akan Marah')

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement