REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah calon penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 241 tujuan Semarang-Jakarta yang dijadwalkan take off pukul 15.45 WIB terpaksa menggunakan penerbangan lain karena pesawat mengalami kerusakan.
"Kami kecewa atas layanan Garuda. Bukan soal terjadinya kerusakan pesawat, melainkan lebih karena minimnya informasi resmi dari maskapai itu dan lamban dalam memberikan respons saat terjadi hal-hal kritis," kata Gatot Dewa Broto, calon penumpang, kepada Antara di Jakarta, Kamis (26/11).
Menurut Gatot, sejak awal sudah curiga karena pesawat dari Jakarta sudah mendarat tetapi tidak ada tanda-tanda atau pengumuman akan segera diberangkatkan, sementara jam sudah menunjukkan pukul 16.20 WIB.
Kontan saja beberapa calon penumpang mendatang petugas Garuda menanyakan soal keterlambatan tersebut. Bahkan, beberapa di antaranya terlihat melakukan protes dengan nada suara tinggi kenapa tidak ada pemberitahuan keterlambatan.
Namun, ketika calon penumpang sibuk bertanya-tanya soal kepastian keberangkatan, ada petugas dengan berbisik memberitahukan bahwa penumpang harus ke counter check in untuk ganti tiket dengan penerbangan lain, yaitu GA 243 yang akan segera diberangkat.
"Kami pun yang mengetahui informasi itu berlari-lari menuju check in dan antre. Akan tetapi hanya 20 orang yang terangkut. Akhirnya, kami pun yang tidak terangkut hanya berdiri di depan counter tanpa ada kejelasan," ujar Gatot.
Gatot yang juga menjabat sebagai Deputi V Kemenpora ini mengatakan bahwa dirinya sempat berupaya meredam situasi yang sedikit memanas tersebut dan menyatakan petugas check in hanya menjalankan perintah dari atasannya.
Baru beberapa saat kemudian, ada seorang petugas yang secara resmi menyatakan bahwa pesawat GA 241 benar-benar mengalami kerusakan dan baru bisa diberangkatkan pukul 19.30 WIB. Itu pun jika suku cadang telah tiba dari Jakarta.
Sampai pukul 17.00 WIB tidak ada kejelasan, kemudian penumpang meminta untuk dialihkan ke maskapai lain, Lion Air. "Ternyata tidak tertampung karena keterbatasan kursi Lion yang tersisa. Yang naik hanya 40 penumpang tanpa bagasi dari ratusan calon penumpang lainnya yang telantar. Itu pun tidak ada informasi tegas bahwa ada pengalihan ke maskapai lain, alias hanya bisik-bisik antarpenumpang," ujarnya.
Gatot yang juga pernah menjabat Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo ini mengatakan bahwa dirinya memilih berangkat dengan Lion Air karena harus mengejar waktu untuk tiba lebih awal di Jakarta untuk tugas berikutnya.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, seharusnya Garuda langsung dengan cepat memberi kejelasan informasi, minimal untuk meredam emosi calon penumpang. "Saya harap Garuda yang dibanggakan ini bisa merespons keluhan publik dengan cepat apa pun resikonya. Beruntung tadi situasinya tidak memanas," jelasnya.