REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) minuman beralkohol diharapkan tidak hanya fokus terhadap minumal lokal atau oplosan atau racikan. Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan RUU itu juga harus mengatur dengan tegas peredaran minuman beralkohol dari sektor industri.
"Pemerintah jangan kalah dengan industri, harus sesuai komitmen," kata Fahira Idris kepada Republika.co.id, Kamis (26/11) di Jakarta.
Fahira mengatakan meski dengan adanya UU tersebut industri sudah pasti tetap bisa memproduksi dan menjual minuman mereka. Namun, lanjutnya, pemerintah perlu mencermati bagaimana pembatasan baik itu impor hingga peredaran dan konsumsinya.
"Jangan mau dibodohi industri karena masyarakat di luar negeri saja sudah banyak yang sadar kesehatan, makanya mereka memasukan ke Indonesia," katanya.
Sementara untuk peredaran minumah alkohol lokal, kata Fahira, cukup diatur dalam peratudan daerah masing-masing, semisal Pergub, Perda, peraturan walikota atau peraturan lainnya. Sebab, katanya, minuman itu biasanya digunakan dalam acara adat.
"Tapi kalau yang oplosan atau racikan itu harus dihentikan semua," katanya.
Meski demikian, kata Fahira, peredaran minuman beralkohol secara keseluruhan perlu diwaspadai. Ini, lanjutnya, untuk menghindari efek candu pada generasi muda di Indonesia.
"UU ini harus terus maju dan jangan fokus pada minuman alkohol lokal saja, kalau pembatasannya sampai begitu akan menjadi kemunduran sekali. kesal juga saya," katanya.