Kamis 26 Nov 2015 14:58 WIB

'Presiden Jangan Menunda-nunda Seleksi Pejabat Publik'

Rep: C93/ Red: Bayu Hermawan
Refly Harun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata Negara Refly Harun mengatakan, mestinya presiden jangan menunda-nunda proses seleksi pejabat publik seperti Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebab menurutnya, dengan proses pansel yang berliku-liku seperti yang dilakukan saat ini menurutnya, proses seleksi terjadi tanpa adanya fleksibilitas.

"Presiden itu hanya tinggal take it or leave it,/i> atau iya atau tidak. Jangan hanya mempermasalahkan metode di Pansel dan sebagainya. Jadi cepat sistemnya," kata di Jakarta, Kamis (26/11).

Refly menjelaskan, presiden harus diberikan ruang bebas dalam melakukan seleksi pejabat publik untuk memilih orang-orang terbaik di republik ini.

Tetapi tetap harus ada beberapa orang yang ditunjuk untuk mengecek integritas, kapasitas serta netralitas orang-orang pilihan presiden tersebut.

"Pemilihan pimpinan KPK contohnya, kenapa harus Perpu kalau dengan metode tersebut bisa dilakukan. Begitu ada kekosongan, presiden langsung ajukan. Dalam jangka waktu dua hari atau tiga hari kan selesai," jelasnya.

Metode tersebut menurutnya sangat efektif, karena tidak mungkin presiden memilih orang yang tidak berkualitas. Sebab, dalam pemilihan calon tersebut, presiden juga mempertaruhkan nama baiknya.

"Masa presiden tiba-tiba mengajukan orang yang gak jelas. Itu kan berarti presiden mempertaruhkan dirinya sendiri. Artinya kita harus terima asumsi baik bahwa presiden akan mengajukan orang-orang terbaik," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement