REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Republik Korea merupakan Negara yang sukses melakukan pembangunan berbasis masyarakat desa. Negara gingseng ini memiliki konsep Saemaul Undong, yakni sebuah gerakan mental Desa Membangun yang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.
Indonesia dan Korea sendiri telah membangun kerjasama untuk menerapkan konsep gerakan Desa Membangun. Pada 24 Agustus lalu, Wakil Menteri Administasi Pemerintahan dan Dalam Negeri Republik Korea, Chung Chae Gun berkunjung ke kantor Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertingggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) di Jakarta.
Dalam kunjungan itu, disepakati banyak hal terkait program desa membangun di kedua negara. Kerjasama Indonesia-Korsel ini pun berlanjut, Menteri Desa PDTT Marwan jafar melakukan kunjungan balasan ke Korsel pada Senin (23/11). Menteri Marwan tiba di Korsel dan disambut hangat oleh Menteri bidang Pertanian.
Dalam kunjungan ini, Menteri Marwan akan bertemu sejumlah pejabat pemerintah Korsel, seperti Menteri Administrasi dan Negeri Pemerintah Mr. Chong Jong-Sup, termasuk melihat langsung kondisi desa-desa di Korea yang terkenal maju dan berkembang.
“Kita sudah membuka hubungan kerjasama dengan Korea sejak akhir tahun 2014. Ini kita kongkritkan lagi, apa saja bentuk kerjasama itu dan bagaimana teknis merealisasikannya. Semua ini terkait dengan program Desa Membangun yang diamanatkan UU Desa,” ujar Menteri Marwan.
Setelah bertemu dengan Menteri bidang Pertanian Korsel, Menteri Marwan akan menghadiri roundtable dengan Chong Jong-Sup, Menteri Administrasi dan Negeri Pemerintah. Di sana, Menteri Marwan akan menyampaikan pidato resmi terkait program kerjasama bilateral antara Indonesia-Korea.
“Saya sangat senang, karena Pemerintah Republik Korea mengambil inisiatif yang sangat aktif dalam membangun bekerjasama bilateral dan multilateral dengan Indonesia. Kerjasama ini akan mengalami peningkatan yang menguntungkan kedua Negara,” ujar Menteri Marwan.
Tokoh asal Pati, Jawa Tengah ini juga menjelaskan, Korea sudah termasyhur dengan Saemaul Undong sebagai karakteristik dalam menggerakkan pembangunan berbasis masyarakat desa. Ada banyak ruang bagi Indonesia untuk mengadopsi instrumen ini.
“Kami sangat menyadari bahwa pendekatan Saemaul Undong sangat relevan dengan Indonesia. Ada 74.093 desa di Indonesia yang memiliki karakteristik dan kondisi berbeda-beda untuk bergerak mengawal program Desa Membangun,” ujarnya.
Konsep Saemaul Undong telah diakui oleh Unesco sebagai model pengembangan ekonomi yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Gagasan yang dinisiasi oleh mantan presiden Park Cung Hee tersebut, menurut Marwan telah berhasil membawa Korea dari Negara yang miskin menjadi Negara sangat maju.
"Konsep ini secara luas sudah diadopsi oleh berbagai Negara seperti Kamerun, Philipina, dan Amerika. Indonesia sudah mengadopsi Saemaul Undong sejak tahun 2008 yakni di Jogja terutama untuk pembangunan desa di kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo sejak tahun 2008,” ujarnya.
Konsep Saemaul Undong dalam konteks ini memiliki spirit yang sama dengan UU Desa yang memberikan ruang yang besar kepada desa untuk melakukan inisiatif, peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dan juga mendorong inisiatif tambahan. “Kementerian Desa memberikan masukan untuk pengembangan Saemaul Undong sesuai dengan konteks masyarakat masing-masing,” imbuhnya.
Sebagai informasi, pertemuan di Korea Selatan tersebut juga dihadiri oleh beberapa Negara, diantaranya adalah Kambodja, Ethiopia, Afganistan, Srilangka, Uganda, Khazakstan, Fiji dan beberapa Negara lainnya.