Selasa 24 Nov 2015 14:31 WIB

Busyro: Sidang MKD Setya Novanto Sebaiknya Terbuka

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Moqoddas.
Foto: Antara
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Moqoddas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqqodas berharap sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ketua DPR Setya Novanto yang dilaporkan dalam kasus dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia dilakukan secara terbuka.

"Untuk tahapan tertentu sebaiknya dilakukan secara terbuka. Tahapan itu tentu nanti MKD yang bisa menentukan urgensinya di mana," kata Busyro usai bertemu Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (24/11).

Dia meminta semua pihak dapat menghargai jalannya proses persidangan karena MKD merupakan lembaga perwakilan rakyat. "MKD itu kan lembaganya DPR, pilar demokrasi, representasi rakyat dan perlu dihormati agar bisa berjalan on the track. Kami berkepentingan agar MKD bisa berjalan sesuai dengan rel-nya," katanya.

Bila sidang MKD dilakukan secara terbuka, maka itu dapat mendorong Mahkamah untuk menjalankan sidang secara terbuka dan transparan. "Ini bisa jadi langkah DPR untuk mempertegas legitimasinya sehingga diharapkan MKD dapat berjalan secara adil. Kemudian, kalau nanti ada unsur hukumnya, biar aparatur hukum yang menindaklanjuti," jelasnya.

Terkait akan hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak semua pihak untuk menghormati proses di Majelis Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) terkait kasus "pencatutan" nama Presiden dan Wapres dalam upaya perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. "Saya sampaikan kita harus hormati proses di MKD," kata Presiden.

Presiden menyebutkan dirinya terus mengikuti perkembangan isu-isu terkini di media sosial termasuk ungkapan papa minta pulsa sudah berubah papa minta saham. Sebelumnya Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan adanya politikus yang mencatut nama Presiden dan Wapres dalam upaya perpanjangan kontrak perusahaan itu.

Sudirman Said menuduh politikus itu telah beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan tambang tersebut. Politikus itu menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak perusahaan tambang itu.

Politikus itu kemudian meminta agar perusahaan tambang tersebut memberikan saham yang rencananya juga akan diberikan kepada presiden dan wapres.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement