Kamis 19 Nov 2015 17:07 WIB

'Polemik Sudirman-Setnov Membuat Prihatin'

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Angga Indrawan
Menteri ESDM Sudirman Said.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri ESDM Sudirman Said.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Masyarakat Peduli Indonesia (HMPI) prihatin dengan perseteruan antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dengan Ketua DPR Setya Novanto terkait PT Freeport Indonesia. Sudirman menuding Setnov meminta jatah kepada Freeport dengan mengatasnamakan Presiden RI Joko Widodo. 

Sekretaris Jenderal HMPI menilai keputusan Sudirman untuk melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) merupakan langkah sensasional dan tepat. Namun ada bahasan publik yang tertinggal berupa akar masalahnya yaitu menolak Freeport dan menghentikan perampokan terhadap sumber daya alam (SDA) di Indonesia. 

"Ini saja tidak selesai, malah sudah muncul isu dengan cepat bahwa Freeport sudah diberi lampu hijau oleh pemerintah untuk melanjutkan kontraknya," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (19/11). 

(Baca juga: Luhut Sebut Sudah Kantongi Dalang Kasus Freeport)

Joko, sapaan akrabnya, miris ketika melihat kabinet diisi orang-orang yang senantiasa membuat gaduh dan berlomba bermanis-manis seperti anak TK. Yang bergaya sok pahlawan di depan orang-orang tapi akar masalah akan tugasnya tak selesai, yaitu masalah Freeport.

HMPI sebagai organisasi kemasyarakatan menegaskan bahwa masalah Freeport cukup menggelisahkan bagi generasi muda. HMPI berharap Jokowi menolak perpanjangan tangan Freeport, lalu menghentikan drama maling teriak maling di negeri ini. Eksekutif dan legislatif, kata Joko, jangan membikin sensasi atau sama-sama berbuat yang tidak-anak. 

"Anda semua tidak serius memperbaiki negeri, Anda semua harusnya evaluasi diri dengan keras kalau misalkan ada sama-sama maling, minimal tidak menambah sensasi dengan menuding ini itu," jelasnya. Pemerintah diminta fokus saja pada penyelesaian permasalahan rakyat.

Ia mendesak KPK untuk berani membongkar kebusukan dan suap baik yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Tidak peduli itu melibatkan jabatan seperti Presiden, wapres, ketua DPR, ataupun menteri. Apabila terbukti ikut-ikutan menerima suap dan berunding dengan perampok SDA, kata dia, KPK harus menangkap mereka. 

"Rakyat pun bisa memberi sanksi sosial kepada mereka bahwa mereka adalah komprador asing," kata dia.

Baca juga: Bakal Dipanggil MKD, Luhut: Ah Sudahlah, Silakan Saja!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement