REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, Isnawa Adji mengungkapkan ada kerancuan terkait sejumlah tanggung jawab pengelolaan yang dibebankan kepada Pemprov DKI Jakarta, dalam kesepakatan perjanjian kerja sama pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.
"Ada kerancuan dalam MoU tersebut, sebab ada kewajiban pihak pengelola yang diselipkan dalam perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI dengan Pemerintah Kota Bekasi," katanya, Kamis (19/11).
Menurutnya, sejumlah kewajiban tersebut di antaranya terkait dengan pengadaan sumur artesis dan distribusi air bersih sampai ke rumah-rumah warga, perbaikan jalan di sekitar TPST Bantargebang, dan lainnya.
Ia mengatakan, terungkapnya kerancuan itu saat Pemprov DKI berupaya menagih sejumlah kewajiban pengelola sesuai dengan perjanjian kontrak antara Pemprov DKI dengan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantargebang pada 2009 lalu.
"DKI pernah menagih sejumlah kewajiban pengelola yang belum tuntas pada 2009 karena ada di dalam perjanjian kontrak antara DKI dengan pengelola, tapi tenyata kewajiban itu sudah dimasukan dalam MoU antara DKI dan Pemkot Bekasi oleh pejabat terdahulu. Harusnya terpisah agar jelas," jelasnya.
Isnawa melanjutkan, sejumlah kegiatan yang menjadi kewajiban pengelola seluruhnya berada dalam lingkungan TPST Bantargebang, sementara yang ada di luar lingkungan menjadi tanggung jawab Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi.
"Pada 2011 seharusnya seluruh tanggung jawab pengelola sudah diselesaikan, tapi nyatanya sampai sekarang masih ada yang belum selesai," ujarnya.
Untuk itu Isnawa mengajak seluruh pihak yakni Pemkot Bekasi, DPRD Kota Bekasi dan pengelola untuk duduk bersama membahas tanggung jawabnya masing-masing. Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata mencatat ada sedikitnya tujuh item kewajiban Pemprov DKI sesuai perjanjian Nomor 4 Tahun 2009 di TPST Bantargebang yang hingga kini belum terealisasi.
Tanggung jawab tersebut di antaranya pencucian truk sampah DKI yang beroperasional di Bantargebang, alur distribusi dana kompensasi, penyediaan armada sampah yang aman, rute distribusi sampah yang kerap dilanggar, penyusunan dokumen Analisa Masalah Dampak Lingkungan (Amdal), penambahan sumur artesis dan distribusi air bersih ke rumah warga, serta membantu penyediaan obat-obatan.
"Saya menyayangkan adanya pernyataan kerancuan dalam MoU tersebut, sebab terkesan tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab. DKI menyalahkan pengelola dan pengelola menyalahkan DKI," jelasnya.