REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua RT 3/RW 3, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Yahya (52 tahun), melihat kantor sebuah yayasan penyalur pembantu di Jalan Ketapang Baru I. Sejumlah warga juga tampak menatapi kantor yang kini sudah ditutup oleh garis polisi berwarna kuning. “Saya pernah masuk ke sana,” ujar Yahya yang mengenakan kaus biru berkerah, saat ditemui di rumahnya.
Awalnya, dia hanya bertamu ke sana. Dia menemui warganya, R, yang kini sudah ditahan di Mapolres Jakarta Pusat. Sebagai ketua RT, menurut Yahya, sudah sewajarnya ia berkeliling mengunjungi warganya. Saat itu, dia sedang bertamu di rumah R. Kemudian seorang yang tidak dikenal datang dengan menggunakan mobil. Yahya sempat mendengar perbincangan keduanya.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Orang yang datang tiba-tiba itu meminta pembantu kepada R sebanyak lima orang. Yahya yang tahu pekerjaan R sebagai penyalur pembantu rumah tangga, tak pernah berpikir yang macam-macam. Saat orang yang tidak dikenal itu meminta pembantu, R menanyakan, "Yang bagus-bagus?" Lalu, dijawab orang tersebut, "Iya dong." Karena merasa tidak enak ada tamu, lantas Yahya pamit.
Sebelum meninggalkan rumah, Yahya sempat bertanya kepada sopir tersebut. "Gak salah pesan pembantu lima orang?" tanyanya waktu itu. Pria tersebut menjawab, "Iya buat anak-anak bos." Yahya kemudian pulang dengan rasa penasaran.
Tebersit di pikirannya, bagaimana bisa orang tersebut memesan pembantu dengan mudah. Selain itu, jumlahnya tidak satu atau dua orang. Pembantu itu harus siap dalam waktu singkat. Namun, kemudian dia tidak memusingkan hal tersebut. Pekerjaannya sehari-hari sebagai ketua RT dijalankannya.
Selama mengenal R, Yahya mengaku tidak menemukan gelagat aneh karena memang R memiliki tiga istri. Rumah yang berlantai dua itu ditinggalinya bersama istri kedua dan ketiga, serta para calon pembantu (awalnya).
Pada Selasa (17/11), sejumlah mobil mendatangi lokasi tersebut. Puluhan pria berkaus dengan bersenjata laras panjang dan pendek menggerebek tempat itu. R kemudian ditangkap bersama teman-temannya, HY (17), IS (17), dan EM (15).
Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Siswa Yuwono mengatakan, R, pemilik yayasan tersebut, menjual korbannya sebesar Rp 1 juta untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK) kepada MS, pemilik sebuah kafe di Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang.
"Uang itu untuk pengganti ongkos dan berupa kebutuhan belanja operasional, seperti bensin dan kebutuhan operasional lainnya," kata Siswo.
Pelaku menjanjikan para korban untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Ibu Kota. Kenyataannya, pelaku menjual korban kepada rekan MS, sebagai pemilik kafe esek-esek, untuk dipekerjakan sebagai PSK.
Pengungkapan kasus ini bermula dari seorang korban yang berpura-pura haid. Dia kemudian pergi menuju kantor polisi untuk melapor. Polisi kemudian menyelidiki dan kemudian melakukan penggerebekan.
Yayasan penyalur pembantu itu sekarang sepi. Tidak ada lagi kegiatan setelah pengelolanya ditangkap. Sebelumnya, tempat penampungan tenaga kerja itu selalu ramai didatangi banyak orang. Warga sekitar tak menyangka bila lokasi tersebut adalah tempat prostitusi.