REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap penegak hukum sebenarnya bisa melakukan inisiatif terkait adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam pertemuan antara Ketua DPR, Setya Novanto (SN), dengan pimpinan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Aktivis ICW, Febri Hendri mengatakan pertemuan itu bisa menjadi indikasi awal adanya tindak pidana korupsi. Menurut dia, pertemuan-pertemuan informal seperti yang dilakukan Setya Novanto dan pimpinan PTFI menjadi salah satu modus dalam praktik-praktik korupsi.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said, sempat melaporkan politisi Partai Golkar itu atas dugaan pelanggaran etika. Setya diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi soal kelanjutan kontrak Freeport di Indonesia.
Bahkan, Setya disebut-sebut meminta pembagian saham Freeport dan proyek pembangkit listrik di Papua. Saat ini, MKD tengah mendalami laporan tersebut. Namun, selain dari kode etik, sebenarnya penegak hukum bisa berinisiatif untuk melakukan penyelidikan.
"MKD itu kan kode etik. Tapi bisa juga KPK atau Kejaksaan Agung berinisiatif untuk menindaklanjuti kemungkinan tindak pidana korupsi di situ, jika ditemukan kecurigaan tindak pidana korupsi," ujar Febri saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (17/11).
Febri menambahkan, Pertemuan-pertemuan informal seperti itu memang kerap menjadi modus dalam tindakan korupsi. Bahkan, secara khusus, Febri menilai, pertemuan yang dilakukan Setya Novanto itu memiliki indikasi adanya tindak pidana korupsi, terutama mengenai penggunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi.
"Iya bisa saja. Itu sebagai indikasi awal tindak pidana korupsi. Disitu kan ada penggunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi," katanya.