Senin 16 Nov 2015 21:50 WIB

Laporan Sudirman Said ke DPR Dinilai Salah Alamat

Menteri ESDM Sudirman Said bersama Wakil Ketua MKD Junimart Girsang usai melaporkan anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wapres terkait perpanjangan kontrak PT Freeportdi Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/11). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Menteri ESDM Sudirman Said bersama Wakil Ketua MKD Junimart Girsang usai melaporkan anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wapres terkait perpanjangan kontrak PT Freeportdi Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/11). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Sigma, Said Salahuddin, mengatakan, laporan Menteri ESDM Sudirman Said ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terkait politikus yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait perpanjangan kontrak PT Freeport, salah alamat.

Sudirman, menurut dia tidak mempunyai kedudukan hukum untuk melaporkan ke MKD. Sebab, yang bersangkutan bukan anggota DPR ataupun orang yang mewakili masyarakat, individu ataupun kelompok masyarakat. Kedudukannya sangat jelas, Menteri ESDM.

"Sudirman Said jelas bukan masyarakat, perwakilan kelompok masyarakat, bukan anggota DPR. Kedudukannya sebagai menteri atau pembantu presiden. Itu adalah jabatan pejabat negara. Ia mewakili cabang kekuasaan eksekutif," kata Salahuddin saat dihubungi, Senin (16/11).

Bila MKD tetap memproses laporan Sudirman, MKD dinilai melanggar hukum acara yang diaturnya sendiri. Padahal, penegakan etika ini sudah diatur sedemikian rupa oleh DPR dalam rangka tertib hukum.

Ia mencontohkan bagaimana hukum acara di Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana diatur setiap warga negara berhak mengajukan judicial review terhadap aturan pemerintah yang dianggapnya merugikan, jika pejabat hingga Presiden adalah warga negara benar adanya. Tetapi tidak otomatis cabang-cabang kekuasaan negara itu bisa mengajukan permohonan uji materi ke MK.

"MKD bisa saja memproses, tapi bukan memproses atas pengaduan Sudirman Said, tapi memproses melalui mekanisme tanpa pengaduan. Artinya inisiatif MKD sendiri," ucap Salahuddin.

Alternatif kedua ini menurut dia bisa ditempuh. Misalnya, dengan meminta keterangan dan bukti-bukti yang disodorkan Sudirman Said. Kemudian, MKD memanggil saksi-saksi seperti pimpinan Freeport Indonesia James Moffet.

"Dipanggil semua, kalau MKD mau memproses tanpa pengaduan. Sudirman Said dipanggil terlebih dulu, digali informasinya. Kalau dirasa cukup dan kuat, kemudian panggil pimpinan Freeport," kata Salahuddin.

Pimpinan Freeport Indonesia itu digali keterangannya untuk kemudian dikaji. Apakah cukup data dan bukti yang disampaikan Sudirman Said, berikut keterangan pimpinan Freeport. Apabila dirasa cukup kuat indikasinya, baru memanggil politikus X sebagaimana dimaksud dalam laporan Sudirman Said.

"Kalau pimpinan Freeport membantah, jangan salah, Sudirman Said bisa dituntut balik, bisa diproses secara hukum oleh politikus X," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement