Jumat 13 Nov 2015 21:42 WIB
Hari Ayah Nasional

'Tinggalkan Pekerjaan Demi Lebih Dekat dengan Anak'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Djibril Muhammad
Anak-anak TK belajar membuat bingkai foto dirinya bersama ayahnya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/11).
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Anak-anak TK belajar membuat bingkai foto dirinya bersama ayahnya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan hanya status ibu rumah tangga, ternyata status bapak rumah tangga juga ada lho. Namun bukan berarti para ayah tersebut meninggalkan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga.

Mereka memilih pekerjaan yang tidak terlalu menuntut waktu penuh sehingga bisa memaksimalkan kebersamaan dengan anak. Contohnya yang terjadi pada Aditya Pradana Putra (28).

"Saya memutuskan berhenti bekerja di Jakarta karena ingin waktu lebih banyak untuk anak istri," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (12/11) malam.

Alhasil, Aditya kini lebih memilih pekerjaan lepas (freelance) untuk memberikan waktu berkualitas ke sang buah hati. Tidak hanya dirinya, sang istri juga melepaskan pekerjaannya di salah satu perusahaan swasta di Jakarta demi bisa full merawat anak.

Awalnya mengorbankan karier dan gaji bulanan dirasakan tidak mudah. Namun menurut dia, ada rasa setimpal dari apa yang ia dan istri korbankan. Sewaktu keduanya masih bekerja, mereka harus berangkat pukul 07.00 WIB anaknya, Aditrananda Razan Ramadhan (2 tahun 4 bulan), baru bangun dari tidurnya.

Saat pulang kantor, mereka biasanya baru pulang ke rumah pukul 21.00 WIB, sang anak sudah kembali tidur. Sekarang, saat ia menjadi pekerja lepas, banyak waktu yang tersedia untuk anak.

"Berangkat kerja santai dan hampir setiap sore bisa mengajak anak main ke taman dekat rumah," kata pria yang bekerja sebagai fotografer lepas ini.

Di awal-awal mengambil keputusan untuk berhenti kerja cukup menyulitkan. Sebab ia harus kehilangan pendapatan bulannya, apalagi sang istri juga tidak lagi bekerja. Rasa takut ada sesaat sebelum mereka mengambil keputusan. Namun saat keputusan telah dibuat, mereka tinggal menjalaninya saja.

Ada konsekuensi di balik keputusan besar yang diambil Aditya. "Yang pasti harus mengurangi standard gaya hidup," katanya. Kalau dahulu mereka hampir setiap akhir pekan ke mal, sekarang intensitasnya dikurangi menjadi sebulan sekali.

Rasa minder pun terkadang muncul. Namun untungnya, perasaan itu hanya timbul sedikit saja, tidak sampai mendominasi dan memengaruhi keseharian Aditya.

Parameter kebahagiaannya berubah ketika memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai fotografer di ibu kota. Kebahagian baginya kini adalah bisa berbagi waktu sebanyak-banyaknya dengan anak dan istri.

Dia berharap setiap ayah jangan terlalu sibuk bekerja dan perbanyaklah waktu berkualitas dengan anak. "Melihat setiap detail perkembangan anak itu sangat seru dan menyenangkan," ujar Aditya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement