Selasa 10 Nov 2015 23:38 WIB

Tak Taat Pajak, Pengusaha di Sumut akan Dicabut Izinnya

Rep: Issha Harruma/ Red: Andi Nur Aminah
Suasana pembayaran pajak di salah satu cabang Kantor Pajak. (Republika/Nico Kurnia Jati)
Foto: Republika/Nico Kurnia Jati
Suasana pembayaran pajak di salah satu cabang Kantor Pajak. (Republika/Nico Kurnia Jati)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kalangan pengusaha di Sumatra Utara (Sumut) sebaiknya memperhatikan ketaatan membayar pajak. Jika tidak, izin usaha bisa dicabut. 

Karena itu Plt Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi mengimbau seluruh wajib pajak di Sumut segera melunasi kewajibannya. Hal ini terkait upaya memenuhi target penerimaan pajak yang belum mencapai 60 persen tahun ini.

Erry menyebutkan, berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Sumut I, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 57 persen. Sementara, untuk Ditjen Pajak Sumut II baru 55 persen.

"Tidak sampai dua bulan lagi 2015 berakhir. Tanggungjawab ini bukan hanya Ditjen Pajak Sumut, tapi juga semua stakeholder," kata Erry, Selasa (10/11).

Erry mengatakan, pemenuhan target realisasi akan berdampak bagi keberhasilan program-program pembangunan. Bukan hanya untuk daerah namun juga nasional. Hal ini, lanjutnya, karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. 

Secara nasional, Erry menyebut penerimaan pajak menjadi sumber pendapatan utama negara, yaitu mencapai 74 persen. "Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang dapat merealisasikan pembangunan-pembangunan di daerah seperti irigasi, pembangunan jalan yang dananya bersumber dari pajak," ujarnya.

Ia pun mengimbau seluruh wajib pajak untuk mendukung Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 tahun 2015 agar target penerimaan pajak terpenuhi. Permenkeu Nomor 91/PMK.03/2015 itu mengatur tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administarsi pajak.

"Kami mengimbau kepada perusahaan perkebunan dan lain-lain untuk memanfaatkan peraturan itu. Pengusaha yang tidak taat pajak, dicabut izinnya," ujarnya.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I Mukhtar menjelaskan Permenkeu Nomor 91/PMK.03/2015 mengatur tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak. Peraturan diundangkan sejak tanggal 4 Mei lalu. Adanya peraturan ini, kata Mukhtar, diharap dapat meningkatkan penerimaan pajak dengan mengurangi atau menghapus sanksi administrasi kepada wajib pajak yang sebelumnya telah melaporkan pajaknya tetapi belum benar.

Mukhtar mengatakan, para wajib pajak diperkenankan untuk membetulkan SPT (pelaporan) pajaknya. Pajak yang belum dibayar pun, lanjutnya, dapat segera dibayarkan sejak tahun 2010 dan diserahkan hingga akhir Desember 2015.

"Ini berlaku lima tahun kebelakang mulai tahun 2010 hingga Desember 2015. Tidak berlaku untuk tahun 2016," kata Mukhtar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement