Senin 09 Nov 2015 07:59 WIB

Enam Desa di NTT Digadang Jadi Desa Ramah Perempuan

Warga mengantre untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis yang diadakan TNI AD bekerjasama dengan Pertamina di Desa Looluna, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (5/7). Warga yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia - Timor Leste tersebut membutuhk
Foto: ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Warga mengantre untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis yang diadakan TNI AD bekerjasama dengan Pertamina di Desa Looluna, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (5/7). Warga yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia - Timor Leste tersebut membutuhk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak enam desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang digadang-gadang menjadi Desa Ramah Perempuan (DRP). DRP menjadi salah satu program yang ditangani bersama oleh Konsorsium PT Global Concern dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel) atau disingkat KGCK.

Direktur KGCK Angel Manembu mengatakan gagasan pembuatan program DRP muncul dengan melihat fakta bahwa secara kasat mata hingga sekarang ini  persoalan kemiskinan terutama perempuan miskin belum tertangani secara baik di negeri ini. "Perempuan miskin masih saja diposisikan sebagai korban yang secara terus menerus  menghadapi berbagai  masalah, baik itu dalam hubungannya  dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pelecehan," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (9/11). 

Menurutnya, sebetulnya sudah cukup banyak yang dilakukan pemerintah dalam menangani perempuan miskin. Mulai dari pendekatan regulasi termasuk penggalangan bantuan tunai. Namun ke semua itu dinilainya belum  efektif mengatasi dan membawa perempuan miskin keluar dalam permasalahannya.  

Tim dari KGCK pun mencoba turun ke lapangan dan melakukan pendampingan ke desa-desa. Menariknya, selama enam bulan menjalankan pendampingan itu, ditemukan fakta bahwa tidak semua perempuan miskin adalah sosok yang tak berdaya  yang  selalu menggantungkan kehidupannya dan berharap mendapat program bersifat bantuan pemerintah. 

Angel mengatakan, cukup banyak perempuan miskin yang selama ini mampu mengatasi kehidupannya yang serba terbatas tanpa ada intervensi pemerintah. "Bahkan dalam keterbatasannya justru masih bisa menjadi relawan atau malah menjadi perempuan miskin yang jadi sumber inspirasi bagi sesamanya perempuan miskin," katanya.  

Keenam desa piloting sebagai Desa Ramah perempuan (DRP) itu adalah Desa  Borokanda dan Rando Tonda di Kabupaten Ende,  Desa Pon Ruan dan Desa Golo Ndele di Kabupaten Manggarai Timur serta Desa Wolwal dan Desa Alor Besar di Kabupaten Alor. 

Enam desa tersebut, menurut survei KGCK serta masukan dari pemda setempat diketahui sebagai desa miskin dengan kondisi secara umum sangat minim sarana dan prasarana. Tingkat kekerasan terhadap perempuannya pun cukup tinggi.  

Angel mengatakan, DRP adalah sebuah konsep yang ingin dicapai dengan tujuan mewujudkan kondisi desa yang pemerintah dan warga desanya peduli terhadap masalah yang dihadapi perempuan di desa. Kepedulian tersebut diwujudkan dengan memperhatikan kondisi perempuan desa, baik dalam hal interaksi sosialnya di masyarakat maupun kehidupan rumah tangganya. 

"DRP diharapan mampu menempatkan perempuan terbebas dari segala ketertindasan, ketidakadilan, kekerasan baik fisik maupun non fisik," ujar Angel. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement