REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan semua persiapan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat melalui jalur formal dan resmi.
"Saya hanya ingin menegaskan sekali lagi, semua persiapan kunjungan Presiden Jokowi ke AS dilakukan secara formal official (formal dan resmi), dan Kemenlu mengkoordinasi kunjungan tersebut bersama kementerian-lembaga terkait," ujar Menlu Retno dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (7/11) sore.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI untuk membantah berita yang beredar bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke AS melalui jasa pelobi asing. Menlu menjelaskan lebih lanjut bahwa pembicaraan awal mengenai kunjungan Presiden RI ke AS tersebut terjadi pada saat pertemuan tingkat tinggi APEC di Beijing, RRC, akhir 2014 lalu.
Pada 10 November 2014, di sela-sela pertemuan APEC, Presiden Jokowi dan Presiden Obama melakukan pertemuan bilateral dan secara lisan, kepala negara Paman Sam itu mengundang Presiden RI untuk berkunjung ke negaranya. (Baca: Skandal Terungkap! Diduga Broker Bayar untuk Pertemukan Jokowi-Obama)
Menindaklanjuti pertemuan pada APEC tersebut, pada Maret 2015, Asisten Presiden Obama Dr Evan Mediros melakukan kunjungan khsusus ke Indonesia untuk menyampaikan undangan resmi Presiden Obama kepada Presiden Jokowi.
Selanjutnya, Presiden Jokowi membalas surat tersebut dan menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menyambut baik undangan tersebut, dan akan segera mengatur para menteri dan pejabat terkait untuk memastikan kesuksesan kunjungan.
Dari situ, Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa dirinya gembira karena para pejabat Indonesia dan AS telah sepakat untuk menentukan tanggal kunjungan pada 26 Oktober 2015. "Saya sendiri memimpin rapat persiapan kunjungan selama tiga kali pada level menteri pada 17 September, 7 Oktober dan 17 Oktober. Jadi ada tiga kali persiapan pada tingkat menteri," ujar Retno.
Dia juga menyampaikan bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke AS mengahsilkan beberapa hal konkret, antara lain penandatanganan nota kesepemahaman (MoU) kerja sama di bidang maritim, energi, pertahanan, dan bahan bakar penerbangan alternatif, serta sekitar 19 kesepakatan bisnis senilai lebih dari 20 miliar dolar AS.
"Data yang saya sampaikan dengan sendirinya akan menggulirkan berita yang tidak benar yang beredar sekarang ini," katanya.