REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohana Yembise menegaskan bahwa hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak akan dikaji secara mendalam. Hal ininagar tidak menimbulkan resistensi di tengah masyarakat.
"Kita akan mengkaji, akan menggelar seminar dan diskusi dengan seluruh komponen masyarakat," kata Yohana Yembise di Jakarta, Senin (2/11).
Yohana mengatakan, kajian tersebut bertujuan agar pelaksanaannya tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Tetapi dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Pengkajian, lanjut dia, akan dilakukan dari berbagai aspek. Mulai dari psikologis, biologis, agama, hingga budaya. "Kita juga akan mengkaji efektivitas hukuman kebiri apakah ada fakta-fakta ilmiah bahwa jika hukuman kebiri diterapkan, bisa menurunkan angka kejahatan terhadap anak," katanya.
Yohana mengatakan beberapa waktu belakangan ini relatif banyak terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat terkait dengan hukuman kebiri. Oleh karena itu, kata dia, pemerintah akan mengkaji wacana penerapan hukuman kebiri secara mendalam. Tujuannya adalah tidak menimbulkan rasa dendam pada diri pelaku kejahatan seksual.
"Hukuman kebiri kimia jangan hanya melumpuhkan syaraf libido pelaku saja, tetapi tidak melumpuhkan sisi kekejamannya terhadap anak-anak," katanya.
Meski demikian, Yohana mengatakan, pemberian hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak memang sangat diperlukan. Pasalnya, pada akhir-akhir ini, kejahatan seksual terhadap anak marak terjadi di masyarakat.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Kekerasan Terhadap Anak (KTA) diketahui bahwa prevalensi kekerasan seksual pada anak umur 18-24 tahun adalah sebesar 6,36 persen laki-laki dan 6,28 persen perempuan, sedangkan pada anak umur 13-17 tahun adalah 8,3 persen laki-laki dan 4,11 persen perempuan.