Sabtu 31 Oct 2015 18:51 WIB

Pergub Kalteng yang Perbolehkan Bakar Lahan akan Dicabut

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ilham
 Sejumlah petugas berusaha memadamkan api pada Kebakaran hutan di Gunung kareumbi, Kabupaten Sumedang, Kamis (29/10).
Foto: foto : MJ05
Sejumlah petugas berusaha memadamkan api pada Kebakaran hutan di Gunung kareumbi, Kabupaten Sumedang, Kamis (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Pemerintah akan mencabut Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah.

Dalam peraturan ini, masyarakat adat diperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar, namun dalam skala kecil dan bertanggung jawab. Pencabutan Pergub ini karena korporasi dinilai tak bertanggung jawab menunggangi kebijakan ini untuk membuka lahan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan, saat mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau penanganan asap di Kalimantan Tengah mengatakan, Pergub ini akan diganti dengan Pergub baru. Dia menilai, celah yang ada dalam Pergub ini justru membuat kebakaran lahan hebat seperti yang terjadi saat ini.

"Kita akan buat Pergub seperti di DKI. Di sini (Kalteng) sama. Misalnya pembakaran dua hektar atau tiga hektar ridak boleh lagi. Kenapa, akibatnya seperti ini. Yang komplain kan banyak. Kerugian 400 triliun habis kerugian gara-gara kebakaran," ujar Luhut, Sabtu (31/10).

Hal ini, lanjut Luhut, mesti dilakukan meski banyak masyarakat yang protes. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini uang harus dilakukan pemerintah hanyalah tindakan tegas. Batasan untuk membakar lahan dibuat untuk melindungi lahan yang ada.

Luhut menambahkan, Pergub baru sudah dibicarakan dengan PJ Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo. Rencananya pekan depan Pergub baru ini akan dikeluarkan.

"Kita cabut. Bangsa ini harus belajar. Ada demokrasi, ada kebebasan, tapi ada aturan main. Aturan main harus diturutin. Tidak pernah satu demokrasi itu bulat. Jadi ada yang tidak suka. Kalau suka semua di surga saja," katanya.

Sementara itu, Presiden Jokowi menegaskan perihal perubahan regulasi ini masih dalam pembahasan dalam rapat terbatas. Masih ada opsi lain yang bisa dikeluarkan, termasuk menerbitkan Perppu atau Perpres.

"Semua masih dirapat terbataskan. Entah dilakukan Perppu entah dilakukan perpres. Dalam proses terakhir di rapat terbatas. Karena ini menyangkut semuanya," katanya saat meninjau sekat kanal di Pulang Pisau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement