Kamis 29 Oct 2015 21:50 WIB

PKS: RAPBN 2016 tak Kredibel dan Banyak Kelemahan

Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam
Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mengkritisi rencana pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, yang secara umum dinilai tidak kredibel dan masih banyak kelemahan.

"APBN adalah jangkar kebijakan ekonomi strategis yang memuat seluruh rencana kegiatan pembangunan nasional dan program-program kesejahteraan rakyat yang harus dijaga kredibilitasnya," ujarnya anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/10).

"Pengajuan Nota Keuangan dan RAPBN 2016 oleh Pemerintah tidak kredibel, hal ini berdampak pada perubahan yang signifikan dalam arah pembahasan, baik terkait asumsi makro maupun postur," katanya.

Politikus PKS ini memaparkan pertumbuhan ekonomi yang turun signifikan dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen. Asumsi kurs rupiah terhadap dollar juga melemah signifikan, dari Rp 13.400 menjadi Rp 13.900.

Sedangkan, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) berubah dari 60 dollar per barel menjadi 50 dollar per barel. Demikian juga prognosa realiasi pertumbuhan 2015 yang dibawah 5 persen, sangat jauh dari target dalam APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen.

"Arah realisasi dan penyesuaian yang signifikan tersebut menunjukkan kelemahan analisis forecasting dan perencanaan APBN Pemerintah, serta belum adanya kebijakan mitigasi pelemahan ekonomi secara kokoh," jelasnya.

Terkait dengan penetapan target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,3 persen, Ecky memandang target tersebut jauh dari janji pemerintah yang akan mencapai pertumbuhan di atas 7 persen dan telah ditetapkan dalam RPJMN 2016-2019.

"Penurunan pertumbuhan disertai dengan merosotnya kualitas pertumbuhan ekonomi selama ini telah menghambat perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan rakyat," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement