REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta Ratiyono mengatakan Pemprov DKI Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka. Di dalam aturan itu juga disebutkan, volume suara yang boleh dikeraskan melalui pengeras suara.
Ratiyono menyebut, pendemo tidak diperkenankan mengeraskan suaranya melebihi 60 desibel. Nantinya di lokasi demo akan dipasang alat pengukur besaran suara untuk memantau aksi demo. "Suara bising juga ada batasannya. Paling besar 60 desibel. Selama ini kan biasanya lebih dari 60 desibel. Nanti akan ada alat ukurnya," katanya saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis (29/10).
Pengaturan volume itu, menurut dia, bertujuan untuk menciptakan ketertiban umum. Seperti diketahui, aksi demo sering mengganggu ketertiban umum dengan suara-suara yang menganggu publik. Dia menyebut, selama ini aksi demo sering menggunakan speaker yang berlebihan. Karenanya pergub ini mengatur agar tidak memekakkan telinga masyarakat di sekitar lokasi.
Meski banyak aturan, ia menegaskan aturan ini bukan dikeluarkan untuk membatasi hak pendemo menyampaikan aspirasi. Pemprov DKI Jakarta menjamin sepenuhnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat.
Aturan itu mulai berlaku pada 28 Oktober 2015. Pemberlakuan Pergub ini sekaligus dalam tahap sosialisasi kepada ormas-ormas ataupun mahasiswa. Dengan harapan menciptakan penyampaian aspirasi dengan cara yang tertib dan nyaman.
Jika ada aksi yang melanggar maka ada sanksi yang akan dikenakan. Sanksinya berupa pembubaran dan penghentian aksi demo.