REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demi memajukan sektor pariwisata Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengaku memfokuskan pada cruise atau kapal pesiar asing dan yacht (perahu pesiar).
Dia beranggapan, permasalahan cruise selama ini cenderung ribet soal izin dan birokrasinya. "Pejabat Indonesia ini kan dulu kalau bisa dibikin sulit kenapa dipermudah, biar dapet setoran. Kita harus ubah paradigmanya, sulit dibikin mudah," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Kamis (29/10).
Dia menyayangkan minimnya yacht yang masuk ke Indonesia lantaran ribetnya perizinan dan birokrasi yang berbelit. Tahun depan, ia menginginkan lebih banyak lagi yacht dan cruise yang datang ke Indonesia.
Dalam Rakornas tersebur, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan ada terobosan lain sebagai deregulasi pariwisata yakni penghapusan ketentuan Clearance Approval for Indonesia Teritory (CAIT). Ia berharap dengan penghapusan CAIT mampu meningkatkan jumlah kunjungan perahu pesiar (yacht) ke Indonesia.
Dia memproyeksikan, jumlah kunjungan yacht akan mencapai 5.000 unit dengan perolehan devisa sebesar 500 juta dolar AS dalam lima tahun ke depan.
Begitu pula deregulasi terhadap asas cabotage untuk cruise atau kapal pesiar asing dengan membolehkan penumpang naik turun di lima pelabuhan Indonesia yaitu Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Benoa (Bali) dan Soekarno-Hatta (Makasar), akan mendorong naiknya kunjungan wisman kapal pesiar ke Indonesia.
"Diproyeksikan pada 2019 jumlah kunjungan cruise asing ke Indonesia mencapai 1.000 kapal pesiar dengan perolehan devisa mencapai 300 juta dolar AS," kata Arief.