REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta Presiden Joko Widodo agar mencopot Jaksa Agung HM Prasetyo. Alasannya, Prasetyo dinilai tidak independen serta gagal dalam menjalankan peran Kejaksaan Agung.
Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai tak masalah jika jaksa agung berasal dari kalangan partai politik. "Apa parpol itu haram? Ndaklah kan. Ndak juga. Tidak ada UU mengatakan. Apalagi dia sudah keluar dari partainya. Parpol itu suatu barang, lembaga yang baik," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (26/10).
Menurut Kalla, bahkan Presiden juga berasal dari partai politik. Sehingga, wajar jika jaksa agung juga berasal dari partai politik. "Bagaimana orang bisa jadi presiden tanpa parpol kan? Tidak bisa. Masa jadi presiden boleh punya partai, jaksa agung haram, gitukan. Ndak juga. Walaupun dia tidak aktif di partai, tidak boleh," jelas Kalla.
Terkait dengan desakan untuk mencopot Prasetyo sebagai jaksa agung, Kalla menilai harus memiliki alasan untuk menggantinya. Lanjut dia, pencopotan tidak dapat dilakukan hanya karena munculnya rumor. Kendati demikian, Kalla menegaskan hingga kini pemerintah belum pernah membahas terkait pergantian Prasetyo.
Sebelumnya, Koordinator Kontras Haris Azhar menilai Jaksa Agung HM Prasetyo telah gagal menjalankan perannya selama setahun pemerintahan Jokowi-JK. "Prasetyo harus diberhentikan dari jabatan jaksa agung karena bukan saja gagal tapi sudah merusak peran-peran Kejaksaan Agung," kata Haris, Ahad (25/10).
Ia mencontohkan, Prasetyo gagal menggunakan kewenangannya dalam menangani kasus-kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh kepolisian. Ia menyayangkan sikap Jaksa Agung yang justru tak merespons terhadap berbagai kasus kriminalisasi.
"Yang namanya jaksa agung itu, kejaksaan dia bisa memberikan suatu keputusan, apakah penyidikan itu bisa dilakukan atau tidak. Dia diam saja dalam banyak kasus terutama terhadap komisioner KPK," kata dia.
Menurut Haris, dengan sikap Prasetyo tersebut justru menunjukan jaksa agung berperan dalam penghancuran lembaga anti-korupsi itu. Selain itu, ia juga menilai jaksa agung mempersulit kerja Presiden Jokowi dalam hal penyelesaian pelanggaran HAM yang berat.
Haris mengatakan, peran Prasetyo justru menyimpang, yakni dengan mengusulkan pembentukan tim rekonsiliasi."Jadi dia bukan membantu presiden, dia justru memperumit posisi negara terhadap korban. Dia tidak berani bertemu korban pelanggaran HAM," kata Haris.