REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterbukaan informasi publik di era pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) merosot ke angka 59 persen.
Sebelumnya, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), keterbukaan informasi publik dinilai masih lebih baik yakni bercokol di angka 62 persen.
"Padahal dalam Nawacita, Pak Jokowi berjanji bahwa pemerintah tidak akan absen membangun tata kelola pemerintahan yang lebih bagus," kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto kepada Republika.co.id, Jumat (23/10).
Yenny menyebut ada penelitian open budget study (OBS) yang mengkoomparasikan 27 negara, salah satunya Indonesia.
"Hasilnya tata kelola transparansi informasi publik Indonesia malah turun, kalah dari Filipina dan Korea Selatan," ujarnya.
Menurut dia, ada persoalan kelembagaan dalam mendorong keterbukaan infomasi publik. Seharusnya pejabat pengelola informasi publik dan dokumentasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sudah dibentuk.
Dari praktik yang ada selama satu tahun pemerintahan, Jokowi tidak bisa mendorong ke arah pembentukan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID).
"Di lembaga-lembaga negara baru terbantu 33 persen," ucap Yenny.
Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, kehadiran PPID sudah baik yaitu 60 persen namun masih belum sesuai harapan. Harapan FITRA, sejak terbitnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada 2008 dan mulai diberlakukan di 2010, harusnya sudah mencapai 70 persen.