Kamis 22 Oct 2015 23:07 WIB

Anggota DPR Sulit Terhindar dari Korupsi

Ruang kerja anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo yang tersegel dengan garis KPK (KPK line) oleh penyidik KPK di Gedung Nusantara I Lantai 16 Nomor 1628, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ruang kerja anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo yang tersegel dengan garis KPK (KPK line) oleh penyidik KPK di Gedung Nusantara I Lantai 16 Nomor 1628, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik korupsi dan suap  yang melibatkan para wakil rakyat terus saja berlangsung. Bahkan jumlahnya semakin bertambah. Dalam dua pekan ini saja sudah ada dua wakil rakyat yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada yang menyebut, mereka berdua ini sebenarnya hanya celaka saja, lagi hari sial dan kebetulan tertangkap. Sesungguhnya yang ikut melakukan hal yang sama jumlahnya masih lebih besar. Mereka-mereka yang belum tertangkap tersebut juga kebetulan saja karena belum terdeteksi alat perekam dari penegak hukum,'' ujar Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsuddin Alimsyah, Kamis (22.10).

Syamsuddin memaparkan beberapa alasan mengapa korupsi tumbuh subur di parlemen. Jauh sebelum pelatikan para wakil rakyat tersebut, lembaga ini pernah memublikasikan hasil studinya tentang  pengelolaan keuangan partai politik dan relasinya dengan rekruitmen calon anggota legislatif (Caleg) pada pemilu 2014. 

Dari hasil studi tersebut ditemukan betapa sulitnya seorang wakil rakyat  akan terhindar dalam prilaku korupsi. Hal itu mengingat biaya politik saat pemilu  yang sangat besar  bahkan tidak terkendali. Untuk seorang caleg anggota DPR RI misalnya , ia mengatakan, dibutuhkan dana bisa sampai Rp 50 milyar lebih untuk membangun dan memaintenance pencitraan yang sudah harus dibangun jauh sebelum tahapan pemilu dimulai, dan pencitraan itu harus terus berlangsung hingga pasca pemilu.

Belum lagi saat terpilih, mereka sudah dibebani upeti yang bersifat wajib oleh partai politik.  "Sewaktu-waktu ancaman pemberhentian atau pergantian antar waktu menjadi hantu yang sangat menakutkan baginya bila saja tidak taat menyetor atau menolak memberi setoran kepada partai," ujarnya.

Oleh karenanya, masih dalam studi tersebut menjelaskan perlunya memberi ruang  bagi publik untuk terlibat secara aktif melakukan pengawasan, pemantauan atas kinerja dan prilaku bagi para wakil rakyat. Tentu pula dengan memperkuat  peran lembaga penegak hukum, serta peningkatan profesionalisme lembaga auditor. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement