Selasa 20 Oct 2015 06:47 WIB

Saham Syariah, Cocok untuk Keuangan Keluarga Kita?

Red: M Akbar
Saham Syariah (ilustrasi)
Foto:

Menurut Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/IV/2001 dan Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 serta diperkuat oleh Peraturan OJK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, sebuah saham atau efek dikatakan syariah jika jenis kegiatan usaha dan struktur rasio keuangannya mengikuti ketentuan di fatwa tersebut.

Adapun rambu-rambu yang sudah ditetapkan terkait kegiatan usaha perusahaan harus patuh pada prinsip 94:6 (lihat tulisan kami di Republika, 23 Juli 2015) yaitu tidak boleh tergolong perjudian dan tidak jelas, berkaitan dengan riba, penjual makanan dan minuman haram, serta produsen barang yang banyak memberikan dampak negatif (mudharat).

Contohnya, perusahaan yang memproduksi barang seperti alkohol, senjata, rokok, menjalankan bisnis perhotelan biasa, punya usaha perbankan konvensional adalah termasuk yang tidak dikategorikan sebagai perusahaan syariah dan sudah tentu tidak bisa digolongkan menjadi emiten yang dapat menawarkan sahamnya sebagai saham syariah ke publik.

Sementara terkait struktur rasio keuangan, emiten disebut tidak layak apabila rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 45 persen, dan rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10 persen.

Jika dilihat dari fatwa dan pengawasan regulasi yang ada, berinvestasi di pasar modal dapat dijadikan sebagai alternatif investasi bagi keluarga. Namun tergantung untuk apa investasi ini dipilih, yaitu harus sejalan dengan impian dan tujuan pengelolaan keuangan yang sudah disusun oleh keluarga. Bagi investor pemula, jangan sampai tergiur untuk “bermain” di pasar modal yang mungkin dapat menjerumuskan ke hal-hal yang bersifat spekulatif, manipulasi bursa, atau kegiatan lain yang melanggar aturan syariah dan pelaksana/regulator pasar modal.

Syarat untuk berinvestasi di pasar modal secara syariah bukan semata–mata harus bermodal besar terlebih dahulu, tetapi yang paling penting adalah niat yang bersih, punya pendidikan fundamental tentang fatwa dan regulasi pasar modal syariah, menguasai ilmu tehnis mengenai resiko serta tahu bagaimana mengelola berbagai jenis transaksi yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement