REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta negara menyelamatkan warga dari bahaya kabut asap dengan tidak membiarkan lagi praktik pembakaran lahan. "Sudah sekian lama masyarakat menderita akibat kabut asap, mengapa pemerintah baru bereaksi kalau negara tetangga sudah berteriak," kata Kepala Departemen Advokasi Walhi Nur Hidayati di Padang, Senin (19/10).
Ia menyampaikan hal itu usai peluncuran buku Robohnya Sumatra Kami, terbitan Walhi berkerja sama dengan Samdhana Institute. Ia melihat selama ini, selama 18 tahun, rakyat sudah berteriak akibat terdampak kabut asap. Namun pemerintah terkesan diam saja, padahal masalah rutin setiap tahun ini tidak boleh diabaikan oleh negara.
"Negara harus memberikan pelayanan kesehatan, membantu evakuasi, memberikan fasilitas tertentu yang meringankan beban masyarakat," kata dia.
Kemudian upaya yang harus dilakukan mencegah asap adalah penegakan hukum yang ketat. Karena selama 18 tahun terakhir, dia mengatakan, sudah diketahui siapa aktor sebenarnya dari pembakaran yang meluas. Dia mengimbau pemerintah tegas menegakkan hukum dan jangan hanya berani sama rakyat kecil.
Ia mengatakan Walhi sudah memaparkan grup perusahaan besar yang terlibat itu konsesinya terbakar. Dan saatnya melihat sejauh mana ketegasan pemerintah untuk menegakkan hukum.
Selain itu Walhi ingin ada pemulihan ekosistem dan perlindungan gambut karena yang terbakar setiap tahun adalah ekosistem gambut. Ke depan semua ekosistem yang rusak dan telah dieksploitasi tanpa memperhatikan daya dukung harus dipulihkan. "Itu kalau masih peduli terhadap masyarakat dan lingkungan," lanjutnya.