REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT – Publik memerlukan lebih banyak buku tentang diskriminasi. Berdasarkan studi dari Pew Research Center 2015 di 198 negara, level diskriminasi di dunia terutama soal agama justru meningkat.
Pendiri Lingkar Survei Indonesia (LSI), Denny JA mengatakan karya seni, dalam hal ini buku dan puisi, dapat menyentuh hati publik luas. Dia mencontohkan gerakan antirasial kulit hitam di Amerika Serikat yang dipimpin Martin Luther King pada 1960-an.
Gerakan sosial itu juga terlihat seperti romantis dengan aneka puisi yang ditulis penyair seperti Lingstones Hughes, dan musik Joan Baez yang menyanyikan we shall overcome. Puisi dan lagu ini mewarnai demo antirasial di sana dan ikut membawa perubahan dengan Obama kulit hitam kini menjadi Presiden.
"Politisi membuat kebijakan publik, tapi intelektual dan penyair memberikan inspirasi lewat buku-buku dan karya seninya," kata Denny dalam siaran persnya, Jumat (16/10).
Penulis buku Sapu Tangan Fang Yin ini mengatakan telah terjadi peningkatan level diskriminasi di dunia dari yang melibatkan 20 persen negara pada 2007 menjadi 29 persen negara di 2011 dan 33 persen negara di 2012. "Populasi dunia yang hidup di negara yang melakukan tindakan diskriminasi dalam level tingkat tinggi juga bertambah," ujarnya.
Dari yang semula 45 persen di 2007, menjadi 52 persen di 2011, dan naik lagi menjadi 74 persen di 2012. "Berdasarkan riset itu, mayoritas penduduk dunia kini hidup dalam lingkungan sosial yang saling melakukan diskriminasi terutama untuk isu agama," kata Denny.
Tak hanya di Indonesia, diskriminasi juga terjadi negara lain seperti Jerman dan Amerika Serikat.