REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai kondisi pilkada serentak di Provinsi Lampung saat ini rawan terjadinya politik uang (money politic). Untuk itu, sejak Jumat (9/10), Bawaslu terus melakukan sosialisasi penyelenggaraan tahapan pilkada untuk mencegah praktik politik uang.
Menurut Nasrullah, anggota Bawaslu, sosialisasi proses dan tahapan pilkada secara tatap muka tentang penyelenggaraan pilkada untuk menekan dan mencegah upaya terjadinya politik uang. "Sosiialisasi ini untuk mencegah politik uang yang rawan di Lampung," kata Nasrullah.
Bawaslu menyebutkan pilkada di Kabupaten Pesawaran rawan terjadinya unsur politik uang. Untuk itu, pihaknya terus gencar melakukan sosialisasi di kabupaten ini. Hingga kini, dugaan politik uang dan ketidaknetralan pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil negara (ASN) terindikasi terlibat langsung dalam tahapan pilkada.
Dalam pengaduan dan laporan yang masuk ke Bawaslu, banyak laporan dugaan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terutama pelanggaran yang dilakukan ASN atau PNS. Aparatur ini dinilai terlibat langsung proses politik praktis.
Secara umum, Bawaslu menyebutkan Provinsi Lampung termasuk wilayah yang rawan terjadinya pelanggaran seperti politik uang. Hal ini berdasarkan pada laporan yang diterima Bawaslu di wilayah Kabupaten Pesawaran diduga telah banyak terjadi pelanggaran, di antaranya politik uang dan keterlibatan ASN/PNS dalam politik praktis.
Pemkab Pesawaran mendukung kerja bawaslu untuk menjalankan proses pilkada secara netral. Sekretaris Kabupaten Pesawaran, Hendarma, mengatakan pemkab mendukung terlaksananya pilkada dengan aman, lancar, dan sukses.
Pemkab, katanya akan melakukan penindakan berupa sanksi bagi PNS yang terlibat langsung politik praktis pada pilkada saat ini. Sanksi bagi PNS tidak netral dalam pilkada, pemberhentian tidak hormat, penurunan pangkat dan pencopotan jabatan, setelah terbukti bersalah.