REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Pengampunan Nasional yang kemarin digodok Badan Legislasi (Baleg) DPR menuai prokontra publik. RUU tersebut nantinya bila sudah berlaku akan bisa mengampuni pelbagai tindak pidana, termasuk korupsi.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, RUU Pengampunan Nasional semestinya berfokus pada soal tindakan yang merugikan negara saja dari sisi perdata. Misalnya, korupsi perpajakan atau pengemplang pajak. Soal-soal lain seperti pelanggaran HAM, menurut dia, tak perlu disertakan dalam pembahasan RUU itu.
"Kan banyak jenis masalah. Masak semuanya mau dimasukin dalam satu bungkus?" ujar Fahri Hamzah di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/10).
Sehubungan dengan pengampunan bagi koruptor, menurut politikus PKS itu, tidak perlu sampai memiskinkan mereka. Alasannya, kata Fahri, dalam konstitusi UUD 1945 disebutkan, negara memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Maka logikanya, negara tak mau ada warga RI yang jatuh miskin. Siapa pun warga itu, sekalipun seorang koruptor.
"Jadi enggak bisa Anda memiskinkan orang di Indonesia," tegas Fahri Hamzah.
Pada Rabu (7/10), Baleg DPR juga membahas soal revisi UU KPK. Menurut sejumlah pimpinan KPK, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK justru berkebalikan dengan semangat pemberantasan korupsi.
"Sebagian anggota DPR nafsu sekali ajukan revisi UU KPK," kata Plt pimpinan KPK, Johan Budi, di Jakarta, kemarin.