Senin 05 Oct 2015 09:23 WIB

Toko Modern 'Siluman' di Sleman akan Ditertibkan

Rep: c 97/ Red: Indah Wulandari
deretan toko modern di Sleman
Foto: antarafoto
deretan toko modern di Sleman

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Pejabat Bupati Sleman Gatot Saptadi menyoroti penertiban toko modern di Sleman. Termasuk bagi toko berjejaring yang melanggar izin, namun masih tetap nekad beroperasi dengan mengubah namanya.

"Penataan akan kami lakukan termasuk pada toko modern yang mengubah namanya. Jika tidak begitu keberadaannya akan terus menjamur," katanya, Ahad (4/10).

Sebelumnya, Gatot menginstruksikan agar pemilik toko modern yang berjarak kurang dari satu kilometer dengan pasar tradisional menutup sendiri usahanya.

Namun, di lapangan banyak sekali toko modern yang sengaja mengubah namanya agar tidak terjaring intruksi itu. Padahal tindakan tersebut jelas melanggar Perda Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pusat Perbelanjaan dan Izin Usaha Toko Modern.

Seperti di Kecamatan Depok, tepatnya di arah barat Pasar Setan Maguwoharjo. Ada salah satu display yang mirip dengan toko modern berjejaring. Toko ini bahkan memasang papan tanpa menuliskan namanya. Jaraknya pun kurang dari satu kilometer dengan pasar.

Menjelang akhir tahun ini penertiban toko modern yang melanggar izin menjadi salah satu agenda utama  pemerintah daerah Sleman. Gatot menargetkan penutupan seluruh toko modern yang melanggar aturan pada Desember ini.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman, dari 180 toko modern yang beroperasi, 89 di antaranya melanggar ketentuan. Karena berjarak kurang satu kilometer dari pasar tradisional.

Namun ada juga yang bermasalah dengan perizinan. Meteka hanya memiliki surat izin gangguan tapi tidak mengantongi Izin Usaha Toko Modern (IUTM).

"Terkait urusan ini kami memberikan tenggat waktu satu tahun untuk mengurus izinnya di BPMPPT (Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu) Sleman," kata Gatot.

Ia menilai regulasi dan proses eksekusi penertiban toko modern perlu dibenahi. Hal tersebut dilakukan bukan dengan menciptakan regulasi baru. Namun, lebih ditekankan pada penyempurnaan.

“Kami akan menata lagi, seperti dari kuota dan jarak. Jarak satu kilometer itu hitungannya bagaimana. Kalau jalannya kelok-kelok seperti apa perhitungannya. Itu yang akan kami tata,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD Sleman, Andreas Purwanto, mengapresiasi penertiban yang akan dilakukan Pemkab Sleman selama ini. Namun menurutnya toleransi waktu satu tahun masih terlalu lama.

"Pelanggaran itu sudah berlangsung sejak lama. Seharusnya langsung ditutup paksa, bukan diawali lagi dengan peringatan bertahap," ujarnya.

Sementara itu, anggota Forum Independen Indonesia (Forpi) Sleman Hempri Suyatna mengatakan, batas toleransi tersebut justru akan menjadi siasat bagi pemilik untuk mengubah nama. Hal ini juga memicu munculnya toko ‘siluman’.

“Ada toko modern yang mengubah namanya. Bahkan pantauan kami ada yang tanpa label sehingga seakan jadi toko  tanpa nama,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement