Sabtu 03 Oct 2015 02:10 WIB

Ini Hasil Kunjungan DPR ke Lokasi Tewasnya Salim Kancil

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Dukungan untuk almarhum Salim Kancil.
Foto: Twitter
Dukungan untuk almarhum Salim Kancil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak delapan orang legislator mengunjungi Lumajang, Jawa Timur, guna mendapatkan klarifikasi pelbagai informasi terkait tewasnya warga setempat, Salim Kancil.

Rombongan Komisi III DPR RI itu dipimpin Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman (Fraksi Demokrat). Selain itu, mereka terdiri atas Akbar Faizal (Fraksi Nasdem), Lisa Mariska dan Masinton Pasaribu (Fraksi PDIP), Arsul Sani (Fraksi PPP), Iwan Kurniawan (Fraksi Gerindra), Dossy Iskandar (Fraksi Hanura), dan Irmawan (Fraksi PKB).

Kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil, warga Desa Selok Awar-Awar itu, terjadi pada 26 September lalu dan memantik sorotan publik. Demikian pula penganiayaan terhadap rekan Salim, Tosan, lantaran keduanya membela haknya atas aktivitas penambangan liar.

Dihubungi dari Jakarta, politikus Nasdem Akbar Faizal menuturkan, rombongan Komisi III mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pemangku kepentingan di Kantor Bupati Lumajang, Jawa Timur.

 

Namun sebelumnya, kata Akbar, rombongan terlebih dahulu mendatangi lokasi pembunuhan almarhum Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar. Selain itu, kediaman Tosan dan almarhum Salim juga dikunjungi. Demikian pula, para legislator meninjau langsung lokasi penambangan liar, yang merupakan pokok masalah kasus ini.

Dalam RDP, ungkap Akbar Faizal, pihaknya menemui Bupati Lumajang, Kapolda Jawa Timur, Kapolres Lumajang, Dandim Lumajang, dan Ketua DPRD Lumajang. Dari Mabes Polri, kata Akbar Faizal, hadir pula Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairsum).

"Kepada bupatinya, (Komisi III DPR) bertanya soal pembiaran. Kenapa lahan ini notabenenya sudah dianggap penambangan liar, tapi kok dibiarkan (beroperasi)," kata Akbar Faizal di Lumajang, Jumat (2/10).

Di dalam RDP itu, tegas Akbar, pihaknya juga mengonfirmasi langsung adanya unsur pembiaran oleh kepolisian setempat. Sebab, kata dia, sejak tanggal 10 September, warga desa sebenarnya sudah melapor ke kepolisian di sana. Bahwa warga sudah merasa terintimidasi oleh aktivitas penambangan liar.

"Harus diakui ada SOP yang salah. Jadi masyarakat (sudah) meminta perlindungan (kepada kepolisian)pada 10 September, tapi identifikasi (oleh kepolisian Lumajang) tidak dilakukan. Dan ternyata, masyarakat terus merasa terteror dan kemudian terjadilah pembunuhan itu," terang Akbar Faizal.

Menurut dia, Kapolda Jawa Timur lantas mengakui bahwa ada anak buahnya yang tak melaksanakan tugas dengan baik. Aksi meresahkan kepala desa tersebut beserta para preman yang menamakan diri Tim 12, yang jumlanya mencapai sekitar 60-an orang, dan terus mengintimidasi warga. Kepada Kapolda, Akbar menekankan agar aparat kepolisian yang lalai sebaiknya diberi sanksi sebagaimana mestinya.

"Yang membuat kasus ini istimewa, orang membela haknya tapi diperlakukan seperti itu justru oleh perangkat desanya. Dan dilakukan di Balai Desa. Orang dipukuli di depan rumahnya dan di depan istrinya, Pak Tosan itu. Dipukul, dianiaya dengan cara yang luar biasa tidak manusiawi," jelasnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement