REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, mengungkapan ada upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terjadi di internal. Salah satunya ketidakjelasan posisi. Posisi yang cukup penting di KPK adalah juru bicara, namun posisi ini seringkali tumpang tindih.
"Misalnya juru bicara, waktu Johan Budi jadi juru bicara seringkali pimpinan KPK sendiri yang menyampaikan tersangka ke media, begitu pula saat Johan Budi sudah jadi deputi di KPK, tetap dimintai keterangan oleh media padahal sudah menjadi deputi," kata Agus dalam acara diskusi Peta Jalan KPK, di Regent Park Hotel, Kota Malang, Kamis (1/10).
Selain itu banyak pelemahan dari faktor eksternal yang diupayakan untuk melemahkan KPK. Sedikitnya ada 7 judicial review (JR) UU KPK dan berpotensi melemahkan KPK. Terakhir adalah JR UU KPK oleh mantan ketua MK Akil Mochtar khususnya mengenai kewenangan KPK dalam menuntut pelaku korupsi dengan UU Pencuian Uang dan berharap agar hakim MK menyatakan KPK tidak berwenang menuntut perkara pencucian uang dari hasil korupsi.
Lalu, penolakan anggaran KPK oleh DPR. Usulan gedung baru disetujui setelah mendapat dukungan publik, tapi usulan KPK mengajukan anggaran untuk membuat penjara dan kantor perwakilan di daerah juga pernah ditolak DPR.
Pada 2014, anggaran penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi KPK hanya sebesar Rp31,5 miliar atau menurun Rp 1,7 miliar dibanding 2012 yang berjumlah Rp 33,3 miliar. Tapi anggaran belanja untuk gaji pegawai pada 2014 meningkat menjadi Rp 260,4 miliar dibanding pada 2013 sebesar Rp 193 miliar.
Selain itu, pengusulan Rancangan Undang-undang yang berpotensi melemahkan KPK misalnya revisi UU KPK, RUU KUHP dan RUU KUHAP serta rancangan aturan mengenai penyadapan. "Peta Jalan KPK sudah cukup baik tapi apakah akan disetujui oleh institusi atau elemen negara yang lain?" kata Agus.