REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaksana harian (Plh) Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengapreasi keputusan Mahkamah Konstitusi mengizinkan daerah yang memiliki pasangan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.
"Mau (menyambut) baik atau tidak baik, kita harus terima itu. Kalau MK bilang begitu ya sudah kita ikuti karena di situ ada hak-hak kedaulatan rakyat untuk diikuti," kata Deddy Mizwar di Kota Bandung, Kamis (1/10).
Ditemui usai memimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Halaman Gedung Sate Bandung, ia menuturkan dengan adanya putusan tersebut maka KPU harus membuat mekanismenya seperti apa. "KPU tinggal membuat mekanismenya seperti apa, itu kan urusan KPU. Soal anggarannya sendiri saya kira tidak ada masalah ya," katanya.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat saat ini masih menunggu keputusan dari KPU Pusat terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi mengizinkan daerah yang memiliki pasangan calon tunggal untuk tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.
"Hingga saat ini kami masih menunggu tindak lanjut dari KPU RI karena putusan MK kan tidak bisa langsung dioperasionalkan," kata Ketua KPU Jawa Barat Yayat Hidayat.
Pihaknya baru menerima putusan MK terkait calon tunggal tersebut beberapa waktu yang lalu namun pada dasarnya KPU Jabar akan mengikuti putusan dari MK tersebut. "Apabila perintahnya dari MK seperti itu ya KPU pasti tunduk," katanya.
Terkait potensi terjadinya kerumitan dalam mekanisme pilkada serentak dengan adanya keputusan baru ini, ia menyatakan hal tersebut tidak akan menjadi masalah.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (29/9) mengabulkan permohonan uji materi terkait kemungkinan munculnya pasangan calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
MK mengizinkan daerah yang memiliki pasangan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015. "Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Arief Hidayat.
Hakim konstitusi menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat.
MK juga menimbang rumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015 yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum karena dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada.