REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara, Irman Putrasiddin menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan calon tunggal ikut dalam Pilkada 2015. Ia menilai putusan tersebut akan membuat pelaksanaan Pilkada semakin efisien.
"Ya di beberapa daerah kan sempat terjadi calon tunggal. Akhirnya proses rangkaian Pilkada menjadi tersendat," ujarnya, Rabu (30/9).
Dengan adanya putusan ini, proses rangkaian Pilkada akan berjalan normal kembali. Yakni tak akan ada upaya 'pemaksaan' untuk menghadirkan calon pesaing. Dimana justru ini menyuburkan munculnya calon boneka.
Saat ditanya terkait proses Pilkada yang akan terjadi dua kali, dirinya tak mempermasalahkan. Yakni semisal referendum tak menghendaki calon tunggal untuk menjadi wali kota, bupati atau Gubernur, maka pilkada akan digelar kembali di 2017.
"Itu kan memang suara rakyat. Kalau rakyat menghendaki seperti itu ya tidak masalah," jelasnya.
Sebelumnya, permohonan uji materi UU No 8 Tahun 2015 pada MK diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka mengajukan uji materi Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6).
Para pemohon merasa hak konstitusional pemilih dirugikan apabila pemilihan kepala daerah serentak di suatu daerah mengalami penundaan hingga 2017. Pasalnya, UU Pilkada mengatur bahwa syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti oleh dua pasangan calon kepala daerah.