Rabu 30 Sep 2015 13:17 WIB

Janganlah Jokowi Minta Maaf ke Keluarga Eks PKI

Rep: C07/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden Joko Widodo.
Foto: Setkab
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan 30 September/PKI atau (Gestapu) menjadi catatan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Banyak korban yang berjatuhan pada dan pascapemberontakan yang terjadi 50 tahun lalu tersebut. Luka sejarah pun masih belum kering dalam ingatan para pelaku sejarahnya.

Presiden Joko Widodo pun melemparkan wacana akan melakukan permintaan maaf pemerintah terhadap keluarga eks Partai Komunis Indonesia (PKI) santer menjadi pemberitaan saat ini.Pro-kontra pun muncul, ada yang mendukung adapula yang menolak keras permintaan maaf tersebut.

Pengamat militer Salim Said mengatakan permintaan maaf terhadap para keluarga eks PKI tidak bisa dilakukan saat ini. Hal itu dikarenakan pemerintahan Jokowi yang tidak kuat. "Kalau terjadi justru akan timbul persoalan baru. Persoalan lain saja masih banyak, ada kabut asap, ekonomi melambat, kereta api tidak jadi-jadi. Janganlah minta-minta Jokowi minta maaf," ujar Salim, Rabu (30/9).

Menurut Salim, Gestapu adalah sebuah tragedi yang dilalui Indonesia sebagai sebuah bangsa baru. "Gestapu, proses terjadinya Indonesia," ucapnya

Salim menuturkan, pembantaian dan pembunuhan orang PKI, tak terpisahkan dari terjadinya peristiwa Madiun, yang merupakan puncak dari gerakan PKI pada 18 September 1948 dengan mengumumkan berdirinya Negara Soviet Republik Indonesia di Madiun. Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis.

Para anggota PKI bahkan mengadakan aksi-aksi kejam, dengan mengadakan penculikan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pemerintah dan agama. Salah satu tokoh pemerintah yang menjadi korban gerakan ini adalah Gubernur Jawa Timur, R.M. Suryo yang diculik dan dibunuh. Sehingga pasca-Gestapu, pembantaian terhadap PKI pun tak dapat dihindari.

Namun, tambah Salim, ada hal yang menarik pasca-Gestapu, yaitu di provinsi Jawa Barat, ketika ada pembantaian besar-besaran terhadap para anggota PKI, Panglima Kodam III/Siliwangi Ibrahim Adjie justru melarang anak buahnya membunuh anggota PKI. Tak heran jika korban di provinsi Jawa Barat hanya berkisar beberapa belas orang sedangkan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali konon mencapai jutaan.

Padahal di tahun 1965, pengaruh Amerika untuk membantai PKI sangatlah kuat, namun Pangdam Siliwangi berhasil mematahkan pengaruh tersebut. Pangdam Siliwangi menetralkan pengaruh Amerika dengan hanya menangkap anggota PKI, bukan membunuhnya.

Saat ini, sambung dia, bangsa Indonesia harus rendah hati dengan sejarah termasuk peristiwa Gestapu. Karena, tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan permintaan maaf. Namun semua peristiwa tersebut bisa diselesaikan dengan sejarah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement