REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang melambat. Ekonom sekaligus politikus PAN Didik J Rachbini mendesak pemerintah agar bekerja efektif dalam menahan kemerosotan nilai tukar rupiah.
Dia menyebutkan, bila sampai nilai tukar rupiah menembus Rp 15 ribu per dolar AS, kondisi menjadi amat berbahaya lantaran akan ada banyak bank yang ambruk. Didik menilai, krisis ekonomi kini terjadi bukan terutama akibat fundamental ekonomi yang lemah. Hingga sekarang, jelas dia, cadangan devisa nasional masih empat kali lipat lebih banyak ketimbang era 1997.
Menurut Didik, krisis ekonomi lebih disebabkan pasar yang kurang percaya terhadap kinerja pemerintah. Komposisi teknokrat di dalam Kabinet Kerja pun dinilainya masih minim. Apalagi, diperumit dengan kegaduhan politis di internal kabinet, sehingga, kata Didik, wajar apabila pasar bersikap skeptis.
“Dalam waktu kurang dari satu tahun pemerintahan Jokowi, (nilai tukar merosot) dari Rp 12 ribu ke Rp 13 ribu. Mestinya, kalau pemerintahan baru itu dipercaya. Dolarnya mestinya Rp 10 ribu, seperti janji kampanye (Jokowi-JK) dulu,” ucap Didik di Menteng, Jakarta, Sabtu (26/9).
Bagaimanapun, dia mengapresiasi Jokowi yang pada bulan ini telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Sebab, paket itu berfokus pula pada deregulasi sejumlah aturan yang dinilai sebagai hambatan, alih-alih mempermudah, aktivitas ekonomii. Kendati demikian, Didik menilai Presiden telat bertindak.
“Mestinya deregulasi ini dari tahun lalu, jangan sekarang-sekarang. Telat ini. Tapi lebih baik telat daripada tidak,” ujarnya.
Didik lantas menyarankan ke depannya pemerintah melanjutkan paket-paket kebijakan baru. Khususnya, deregulasi yang memangkas inefisiensi kinerja birokrasi. Dalam hal keberhasilan paket kebijakan, ketegasan seorang presiden merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan birokrasi efektif.
“Birokrasi ini, makan Rp 500 triliun dari APBN. Untuk gajinya plus kebutuhan sehari-hari. Tapi, bukan hanya tak berfungsi, dia (malah) mengganggu ekonomi. Makanya, berhasil tidaknya paket (kebijakan ekonomi) ini, tergantung birokrasi. Kalau bisa (Presiden) memimpin birokrasi, (paket kebijakan ekonomi akan) berhasil,” paparnya.