REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak akan terimbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga antikorupsi bisa memeriksa anggota DPR, MPR maupun DPD tanpa izin presiden terkait suatu perkara tindak pidana korupsi.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, KPK bisa tetap menjalankan peran dan fungsi sesuai undang-undang yang mengaturnya. Menurutnya, UU KPK bersifat lex specialis. Artinya, lembaga pimpinan Taufiequrrachman Ruki ini bukan penegak hukum yang dimaksud dalam putusan MK.
"KPK terikat dengan UU KPK yang bersifat spesialis, begitu pula dengan tata cara proseduralnya," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (24/9).
Menurut pakar hukum pidana ini, putusan lembaga peradilan konstitusi tersebut hanya mengikat pada tindak pidana umum (tipidum). Sementara kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana khusus (tipidsus) seperti korupsi, tidak masuk di dalamnya. Artinya, kata dia, KPK bisa memintai keterangan anggota DPR, MPR, dan DPD, baik saat penyidikan maupun penyelidikan tanpa harus meminta izin RI 1.
"Harus teliti, putusan MK itu hanya terikat pada tipidum, jadi (putusan MK) ini sama sekali tidak berdampak kepada KPK," ujar guru besar ilmu hukum pidana Universitas Krisnadwipayana ini.
Kendati demikian, Indriyanto menambahkan, semua pihak harus tetap menghormati putusan MK. Penghormatan terhadap suatu putusan yang sah dari peradilan, merupakan kewajiban semua pihak. Jika terjadi perbedaan pendapat terkait putusan ini, hal itu merupakan sesuatu yang lumrah.
"Bahwa ada perdebatan maka hal ini sebagai suatu kewajaran yang nantinya patut dihormati pula oleh pihak-pihak yang berkepentingan," katanya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon atas uji materi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam amar putusan, MK menyebut bahwa penegak hukum harus mendapat izin tertulis dari presiden jika ingin memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD.