REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Penyidik Kepolisian Resor Jember menetapkan sembilan orang menjadi tersangka dalam kasus perusakan mobil Dinas Pengairan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang digunakan oleh peneliti tanah dari ITS Surabaya di Kecamatan Kencong.
"Sembilan orang tersangka itu dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, namun hanya tujuh orang yang datang dan dua orang yang tidak datang akan dipanggil lagi," kata KBO Satreskrim Polres Jember Iptu Sujilan di Jember, Jawa Timur, Selasa.
Menurutnya, kesembilan tersangka itu dijerat dengan pasal 170 KUHP, yakni kekerasan yang menyebabkan rusaknya barang yang dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama.
"Ketujuh orang yang diperiksa sebagai tersangka merupakan warga Desa Paseban, Kecamatan Kencong, dan pemeriksaan masih panjang karena melibatkan banyak orang," tuturnya.
Ia mengaku belum bisa memastikan apakah ketujuh orang itu akan ditahan atau tidak. Namun dalam pemeriksaan sebagai tersangka tersebut belum dilakukan penahanan kepada mereka.
"Masih ada kemungkinan tersangka akan bertambah dan hal itu tergantung hasil pengembangan yang dilakukan penyidik. Sejauh ini, kami masih terus mendalami untuk mengetahui aktor intelektual dalam perusakan tersebut," paparnya.
Sementara kuasa hukum para tersangka, Eko Imam Wahyudi, mengatakan warga desa yang menjadi tersangka itu tidak terlibat dalam aksi kekerasan tersebut, namun secara bersamaan mereka berada di lokasi kejadian saat peristiwa berlangsung.
"Klien saya tidak mengetahui siapa yang merusak kendaraan milik Dinas Pengairan Pemprov Jatim dan mereka hanya kebetulan berada di sekitar lokasi kejadian saat peristiwa itu berlangsung," katanya.
Ia berharap Polres Jember tidak melakukan penahanan terhadap para tersangka, karena memang kliennya mengaku sama sekali tidak terlibat kasus tersebut.
Sebelumnya, massa di Desa Paseban, Kecamatan Kencong, merusak mobil milik Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur yang digunakan oleh anggota tim peneliti ITS.
Perusakan itu terjadi karena masyarakat menduga tim tersebut akan melakukan penambangan pasir besi di sekitar jembatan Jalur Lintas Selatan (JLS), padahal peneliti itu melakukan penelitian tanah dan bukan penambangan.