Selasa 22 Sep 2015 11:33 WIB

ICW: Kepala Lapas Sukamiskin Harus Diperiksa Soal Keluarnya Gayus

Rep: c07/ Red: Bilal Ramadhan
 Warga binaan terkait tindak pidana korupsi mafia pajak, Gayus Tambunan, usai salat Idul Fitri 1435 H di Lapas Klas 1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Senin (28/7).  (foto: Septianjar Muharam)
Warga binaan terkait tindak pidana korupsi mafia pajak, Gayus Tambunan, usai salat Idul Fitri 1435 H di Lapas Klas 1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Senin (28/7). (foto: Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk mengusut keluarnya izin bagi Gayus Tambunan meninggalkan Lapas Sukamiskin.

"Menkumham harus periksa Kalapas Sukamiskin maupun pihak pihak yang dinilai bertanggung jawab atas keluarnya Gayus dari Lapas. Menteri harus berani memberikan sanksi yang keras bahkan mencopot Kalapas Sukamiskin jika dari pemeriksaan yang bersangkutan terbukti mengeluarkan izin di luar prosedur," tegas Peneliti Hukum ICW, Laola Easter, Selasa (22/9).

Menurut Laola, keluarnya Gayus Tambunan dari Lapas Sukamiskin perlu dikritisi lebih jauh. Karena, sambung Laola, merujuk pada informasi yang beredar di media sosial, foto tersebut diambil pada 9 September 2015 ketika menghadiri panggilan dari Pengadilan Agama Jakarta Utara.

Kepentingan tersebut bukan alasan untuk seorang narapidana dapat izin keluar dari lapas. Dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b PP 32 Tahun 1999 jelas tertulis membatasi secara tegas kondisi-kondisi yang memungkinkan seorang narapidana menerima izin meninggalkan lapas, dan alasan yang beredar di media tersebut, tidak termasuk di dalamnya.

Sebelumnya foto Gayus Tambunan di sebuah rumah makan beredar di media sosial pada 19 September 2015. Mantan pegawai pajak tersebut adalah pesakitan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, karena menjadi terpidana perkara korupsi dan pidana pajak yang menjalani dihukum penjara selama 30 tahun.

Beredarnya foto tersebut membuat publik terkejut, karena tidak sepatutnya Gayus Tambunan berada di luar lapas. Hak bagi narapidana untuk berada di luar lapas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang  Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b PP 32 Tahun 1999 menyebutkan bahwa seorang narapidana dapat ke luar dari lapas dalam keadaan-keadaan luar biasa. Keadaan-keadaan luar biasa tersebut diatur secara terbatas dalam penjelasan pasalnya yaitu, jika ada keluarga sedarah seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak kandung, atau adik kandung yang meninggal dunia atau sakit keras.

Selain itu, narapidana juga dapat diberikan izin keluar lapas untuk wali atas pernikahan anaknya, dan pembagian waris. Izin keluar lapas pun diberikan paling lama 24 jam tanpa menginap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement