REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki menilai penerimaan gratifikasi dalam dunia bisnis merupakan hal yang wajar. Penyelenggara negara tidak mutlak untuk dilarang menerima gratifikasi, asalkan tidak berlebihan dan masih dalam batas kewajaran.
"Entertain dan lobi-lobi dalam bisnis itu wajar, tapi jangan berkelebihan," kata Ruki saat dikonfirmasi, Senin (21/9).
Menurut pensiunan jenderal bintang dua kepolisian ini, jika gratifikasi diterima secara berlebihan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri maka harus dilaporkan ke KPK. Lembaga antikorupsi akan menilai apakah gratifikasi yang didapat tersebut layak diterima yang bersangkutan atau harus dikembalikan ke negara.
Kendati demikian, ketua KPK definitif pada jilid pertama ini mengaku kesulitan untuk menentukan parameter 'wajar' atau tidaknya gratifikasi. Apalagi, jika batas 'wajar' tersebut harus ditentukan dengan menggunakan parameter nilai dan harga. Sebab, kata Ruki, belum ada aturan yang mengatur batas-batas gratifikasi tersebut.
"Sulit mengelaborasi tentang gratifikasi yang wajar, apalagi kalau sudah masuk ke jumlah, nilai dan harga, belum ada aturan yg mengaturnya, dan pasti jadi perdebatan," ujar dia.
Menurut Ruki, pengukuran tentang kewajaran gratifikasi dasarnya adalah hubungan dan interaksi sosial yang bersifat human dan berbasis budaya masing-masing. Yang pasti setiap pihak harus membatasi gratifikasi agar tidak masuk dalam unsur penyuapan.
Sebelumnya, dalam acara Apindo CEO Gathering, Ruki mengatakan hal yang sama. Dia mencontohkan, pejabat negara yang diajak makan malam saat dinas ke luar negeri juga masuk kategori gratifikasi, namun hal itu adalah gratifikasi yang wajar.
"Harus dibedakan sesuatu yang sifatnya gratifikasi yang wajar dan mana gratifikasi yang suap," ujar dia.