REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji dan penggunaan dana operasional menteri (DOM) Suryadharma Ali (SDA). Majelis menilai, dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat materiil dan formil.
"Menyatakan eksepsi atau keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua majelis hakim, Aswijon, saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9).
Aswijon mengatakan, surat dakwaan penuntut umum dalam perkara ini telah ditulis secara jelas, cermat dan lengkap. Dengan alasan pertimbangan hukum tersebut, majelis berpendapat nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan penasihat hukum terhadap surat dakwaan penuntut umum tidak beralasan hukum.
Atas ditolaknya eksepsi SDA, majelis memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Sidang akan dilanjutkan Senin (28/9) pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sebelumnya, penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan menteri agama ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 27,283 miliar dan 17,967 juta riyal. SDA disebut melakukan korupsi terkait dana penyelenggaraan ibadah haji dan penggunaan DOM.
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sejumlah Rp 27,283 atau setidak-tidaknya sejumlah itu," ujar penuntut umum KPK, Supardi saat membacakan dakwaan beberapa waktu lalu.
Supardi mengatakan, mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu telah memperkaya diri sendiri dan orang lain. SDA didakwa telah menyalahgunakan wewenang dengan memberangkatkan 180 petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan tujuh pendamping Amirul Hajj tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, lanjut Supardi, sebanyak 1.771 orang jamaah haji yang diberangkatkan tidak sesuai nomor antrean serta dinilai memperkaya korporasi penyedia akomodasi di Arab Saudi yakni 12 majmuah atau konsorsium dan lima hotel transito.
Suryadharma juga didakwa mengarahkan penyewaan tempat pemondokan jamaah haji tidak sesuai ketentuan dan juga memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai ketentuan. Selain itu, SDA juga didakwa menggunakan DOM yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Atas perbuatannya, SDA didakwa Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.