REPUBLIKA.CO.ID,WATES -- Pantai Glagah Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (17/9/2015), dipasang sistem peringatan dini tsunami. Perangkat diberi nama Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) dimaksudkan untuk memberi peringatan dini adanya ancaman bencana tsunami dengan bunyi sirine.
Menurut Kepala Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY, Tony Agus Wijaya, saat ini, DIY memiliki dua Ina-TEWS yaitu di Pantai Glagah dan Parangtritis, Kabupaten Bantul.
Alat ini dipasang di tempat-tempat yang berpotensi bencana tsunami. Pemasangan Ina-TEWS di Pantai Parangtritis sekitar tiga tahun lalu. "Pemasangan sebagai percontohan yang dipilih BMKG Pusat," kata Tony.
BMKG hingga tahun ini telah memasang puluhan alat peringatan dini tsunami di Indonesia. Pemasangan alat peringatan dini tsunami ini akan terus dilakukan penambahan setiap tahunnya.
Hal ini, kata Tony, merupakan bentuk kesiapsiagaan bencana di Indonesia, dengan cara memasang sirine peringatan dini. Bila sirine berbunyi mengharuskan warga untuk mengevakasi diri saat terjadi bencana.
Seusai pemasangan dilakukan sosialisasi terhadap warga di sekitar Pantai Glagah. Tony berharap Pemda Kulonprogo bisa mengembangkan di sepanjang pantai selatan yang memiliki potensi tsunami.
"Informasi bahwa pantai selatan ini memiliki potensi tsunami bukan untuk membuat takut. Tetapi tujuannya adalah untuk membuat kita lebih siap dan lebih tangguh," kata Tony.
Pemasangan itu, kata Tony, dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terhadap bencana tsunami. Sehingga meski tidak berharap terjadi tsunami, namun jika benar-benar terjadi masyarakat sudah siap.
Sedang menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo, Untung Waluyo, terkait dengan kebencanaan, di saat tidak terjadi bencana, BPBD tetap bekerja yaitu dengan menyiapkan kapasitas masyarakat dan sarana prasarana pendukung agar masyarakat mampu mengatasi diri sendiri.
"Dalam kejadian bencana, dua jam pertama masyarakat harus mampu menyelamatkan dirinya sendiri secara mandiri, agar bisa menyelamatkan diri sendiri, saat tidak terjadi bencana dilakukan aktifitas sosialisasi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap bencana, sehingga dibuat suatu desa tangguh/siaga bencana," kata Untung.
Dalam program desa tangguh bencana, kata Untung, masyarakat diberi pemahaman tentang bahaya ancaman bencana tsunami, membuat jalur evakuasi, dan membuat simulasi termasuk membentuk relawan. Menurutnya sirine ini, sebagai sebuah alat, bisa jadi fungsinya terganggu, sehingga masyarakat harus diberi pemahaman bahwa alat ini harus dirawat dan dijaga bersama-sama.
Alat ini penting, karena bisa memberika rasa aman kepada masyarakat ataupun membuat masyarakat lebih ayem. BPBD juga sudah memiliki kesepakatan jika ada gempa bumi melebih 7 SR, alat ini akan diaktifkan, baik ada atau tidak ada tsunami, sehingga masyarakat bisa segera menjauhi pantai.
"Lebih baik dimaki-maki masyarakat karena membunyikan sirine namun tidak ada tsunami, daripada ada tsunami namun sirine tidak berbunyi," tandasnya.
Untuk mengurangi risiko bencana, Untung memastikan rantai peringatan dini bisa berjalan melalui berbagai alat komunikasi yang ada, termasuk SMS Gateway, sirine, dan saling mengingatkan diantara masyarakat.