REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino melawan dirinya dengan memasang iklan di sejumlah media.
"Saudara Lino mau 'ngelawan' saya, (karena) debat enggak bisa, dia pasang iklan di Kompas empat halaman (senilai) Rp 3 miliar," kata Rizal dalam FGD Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (Kipnas) XI di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, Selasa (15/9).
Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu menuturkan, selain masuk harian Kompas, iklan tentang rencana pembangunan Pelabuhan Kalibaru, Jakarta, itu juga terpampang di Bisnis Indonesia.
Padahal, menurut dia, pembangunan Pelabuhan Kalibaru atau New Priok itu hingga saat ini masih mangkrak. Sementara di sisi lain, masalah di pelabuhan yang lama pun tidak kunjung dibenahi.
"Di Bisnis Indonesia, itu juga sudah berapa miliar, dan di salah satu koran masuk berita editorial. Barangkali itu sudah habisin berapa miliar, hanya untuk lawan RR (Rizal Ramli) doang," katanya.
Menurut Rizal, upaya BUMN pelabuhan itu untuk melawan dirinya tidak akan efektif lantaran hal itu dianggapnya norak. Ia mengatakan, seharusnya DPR RI bisa mengkritisi langkah Pelindo II yang menghamburkan banyak uang untuk memasang iklan besar-besaran di media.
"Enggak akan efektif, saya enggak mau ladenin yang begituan, norak. Seharusnya DPR canggih, tanya Pelindo 'Kok buang uang segitu gampangnya? Dari mana uangnya? Segitu gampangnya pasang iklan miliaran rupiah?'" cecarnya.
Sebelumnya, Rizal telah melancarkan serangan "kepretan rajawali" untuk Pelindo II dengan menghancurkan beton yang menutupi jalur kereta barang menuju pelabuhan. Menurut dia, akibat ditutupnya jalur kereta barang oleh perseroan itu, arus bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sangat lama sehingga menyebabkan waktu bongkar muat barang (dwelling time) menjadi berhari-hari.
Ia juga sempat menuding perseroan yang dipimpin oleh RJ Lino itu mengambil untung dari "dwelling time". Pasalnya semakin lama barang menginap di pelabuhan, maka akan semakin banyak pendapatan yang diperoleh.
Rizal mengakui langkah yang ditempuhnya untuk melakukan perubahan memang berbeda dengan pejabat lain. "Mohon maaf, saya ini antitesisnya SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Untuk mendorong perubahan di Indonesia, tidak bisa dengan cara santun. Coba saja bereskan dengan santun, tidak ada masalah yang bisa diselesaikan karena ini 'facing interest' (melawan kepentingan)," ujarnya.