REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain mengatakan, kepala daerah tidak perlu takut dengan ancaman pidana saat membuat kebijakan. Menurutnya, kepala daerah tidak perlu khawatir selama kebijakan yang dibuat sesuai dengan aturan yang ada dan tidak ada konflik kepentingan pribadi dan kelompok di belakangnya.
"Tidak perlu takut karena itu tugas dan kewenangannya. Kalau takut jangan jadi kepala daerah, sebab ketika memegang suatu jabatan, kompetensi kita kan untuk itu," katanya di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (14/9).
Zulkarnain menjelaskan, kebijakan termasuk dalam ranah hukum publik administrasi negara. Jika ada kebijakan yang dibuat dengan tidak hati-hati, maka akan ditindak sesuai dengan hukum administrasi negara yang berlaku.
Kondisi akan berbeda ketika kebijakan terbukti menguntungkan pembuat kebijakan atau kelompok tertentu. Hal tersebut, lanjut Zulkifli, tentu akan ditindak sesuai dengan hukum pidana.
"Korupsi kan melawan hukum pidana. Ya, kita lihat dalam kasusnya, itu hanya kebijakan yang kurang pas atau kebijakan yang dalam kebijakan ini dibuat tapi di belakangnya ada kickback (suap)," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut, banyak kepala daerah takut mengambil kebijakan untuk pembangunan infrastruktur karena kasus hukum yang menjerat kepala daerah akibat mengeluarkan kebijakan terkait anggaran.
Hal tersebut membuat para kepala daerah kemudian enggan mempercepat penyerapan anggaran. Oleh karena itu, Tjahjo mengatakan, perlu ada payung hukum kepada kepala daerah dalam hal mengeluarkan kebijakan pembangunan.
"Banyak gubernur, bupati dan wali kota khawatir akan tersangkut kasus hukum apabila salah mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan anggaran, Kemendagri sudah meminta kepada penegak hukum, agar kebijakan kepala daerah tidak digunakan sebagai bagian dari penegakan hukum," kata Tjahjo, Kamis (27/8).
Tjahjo pun meminta kepala daerah untuk tidak takut menggunakan anggaran khususnya bagi pembangunan daerah. Hal tersebut, kata Tjahjo, sebagai cara untuk mempercepat serapan anggaran di daerah.