Ahad 13 Sep 2015 21:35 WIB

Urgensi RUU Pertembakauan Dipertanyakan

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
 Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas) Prioritas untuk tahun ini, dengan nomor urut 22 dari total 37 RUU yang ada.

Anggota Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau, Hakim Sorimuda Pohan mengaku heran dengan urgensi RUU Pertembakauan di dalam Prolegnas.

Salah satu fokus yang dikritiknya, yakni klaim bahwa RUU Pertembakauan akan melindungi petani tembakau dari serbuan tembakau impor.

Ia menjelaskan, hampir seluruh pabrik rokok--sebagai pengguna terbesar bahan baku tembakau--di Indonesia dimiliki pemodal asing.

Korporasi-korporasi ini, ujar Hakim, akan terus mempertahankan impor daun tembakau dan enggan membeli tembakau petani dalam negeri.

Sebab, lanjut Hakim, pertama, produksi daun tembakau Indonesia terus menurun belakangan ini. Kedua, tata niaga pertembakauan nasional dirancang sedemikian rupa sehingga merugikan petani.

Apalagi, tegas Hakim, setelah meratifikasi China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA), maka Indonesia tak mengenakan cukai, melainkan hanya bea masuk belaka bagi daun tembakau impor asal Cina.

"Itu jauh lebih murah, (harga daun tembakau impor) di bawah Rp 15 ribu per kilo. Sedangkan, tembakau Indonesia, Rp 30 ribu per kilo. Mereka (kalangan industri rokok) enggak akan mau beli (tembakau dalam negeri)," ujarnya kepada Republika, Ahad (13/9).

Maka, dia melanjutkan, pemerintah maupun DPR tak perlu membuat UU Pertembakauan. Untuk melindungi petani, cukup hentikan impor dan kenakan cukai yang tinggi terhadap daun tembakau impor. Hal ini, tegas Hakim, bisa diatur melalui regulasi setingkat peraturan menteri, bukan UU lantaran tak signifikan.

"Mana yang paling penting sekarang? UU Palawija, UU Kedelai, UU Jagung, atau UU Pertembakauan? Kenapa tidak dibikin UU Perberasan? Padahal, itu kebutuhan utama, konsumsi seluruh rakyat," katanya.

Ia lantas menduga kuat, RUU Pertembakauan hanyalah pesanan pemodal asing kepada DPR. Di pihak lain, DPR menurut dia tampaknya enggan memperjuangkan regulasi terkait pengendalian paparan asap rokok. Kini, RUU Pertembakauan sedang dalam tahap harmonisasi dan ditargetkan selesai diundangkan pada masa sidang ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement