REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyelidiki dugaan terjadinya korupsi dalam pengadaan crane atau alat bongkar muat di Pelindo II. Bahkan, Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino pernah dimintai keterangan dalam penyelidikan ini pada 2014.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengakui adanya penyelidikan dalam pengadaan crane di Pelindo II. Penyelidikan itu dilakukan setelah ada laporan atau aduan dari masyarakat beberapa tahun lalu. Namun, Johan enggan membuka secara gamblang perkembangan dari penyelidikan yang dilakukan.
"Memang KPK pernah terima laporan pengaduan terkaitan dengan Pelindo II, oleh KPK ditindaklanjuti. Sampai hari ini saya belum tahu apakah yang ditangani Bareskrim Pelindo II itu sama dengan pengaduan itu," kata dia usai bertemu Kabareskrim di gedung KPK, Jumat (11/9).
Dalam penyelidikan pengadaan crane, lembaga antikorupsi ini juga telah memeriksa beberapa orang untuk dimintai keterangan. Salah satunya adalah RJ Lino yang diperiksa pada 15 April 2014. Sampai saat ini, kata Johan, KPK masih terus mengumpulkan alat bukti dan keterangan.
"Iya masih pulbaket (pengumpulan bukti dan keterangan)," ujar mantan juru bicara KPK ini.
Pada 15 April 2014, Johan yang saat itu masih menjabat sebagai juru bicara KPK mengatakan, pemeriksaan terhadap Lino terkait pengadaan crane di beberapa dermaga tahun anggaran 2010.
Proses penyelidikan berasal dari laporan masyarakat dan telah dimulai akhir 2013. Bahkan, saat itu Johan menyebut bahwa nilai proyek mencapai puluhan miliar.
"Penyelidikan dari laporan masyarakat, dimulai akhir tahun lalu (2013). (Nilai proyek) mencapai (lebih) puluhan miliar," kata dia saat itu.
Serikat Pekerja Pelindo II pernah melaporkan pihak manajemen Pelindo ke KPK. Beberapa hal yang dilaporkan di antaranya, pengadaan dua unit Quay Container Crane (QCC) untuk Pelabuhan Tanjung Priok yang dialihkan ke Pelabuhan Palembang dan Pontianak, penggunaan tenaga ahli dan konsultan yang dianggap tidak sesuai prosedur, megaproyek Kalibaru, pemilihan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok, serta perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT).
Usai dimintai keterangan pada 15 April 2014, RJ Lino saat itu mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait pengadaan crane di beberapa dermaga yakni di Palembang, Lampung dan Pontianak. Bahkan, Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah 'berhasil' membeli alat yang dipesan dengan harga yang murah.
Lino mengaku, proyek tahun anggaran 2010 itu sebenarnya memiliki nilai sekitar Rp 100 miliar. Alat yang dibeli itu sudah dipesan sejak 2007. Namun, sejak tahun 2007 proses lelang selalu gagal hingga akhirnya dia mengambil kebijakan untuk melakukan penunjukan langsung.
"Aturan kita ada. Jadi kalau lelang gagal itu bisa ada pemilihan langsung. Kalau pemilihan langsung gagal maka ada penunjukan langsung. Apalagi di lapangan kalian tahulah," ujar dia saat itu.