REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penembakan yang dilakukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) merupakan bentuk teror bagi penyelenggara negara. Untuk itu, aparat penegak hukum harus segera menyelidiki kasus ini dengan cermat.
"Ini ancaman serius. Tidak hanya polisi, bahkan Bandan Intelijen Negara (BIN) harus membantu investigasi karena ada kepentingan negara di dalamnya," ujar pengamat energi Fabby Tumiwa kepada Republika.co.id, Jumat (11/9).
Fabby tidak mau berspekulasi perihal apakah pelaku orang iseng atau bagian dari mafia migas yang merasa kepentingannya terusik oleh kebijakan Kemen ESDM.
"Biar penyelidikan yang menentukan," ucapnya.
Namun tidak menutup kemungkinan si pelaku berasal dari pihak-pihak yang tidak senang akan kebijakan Kemen ESDM seperti proyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) ynag masih menuai pro kontra.
Sejauh ini, target penembakan tidak diketahui pasti apakah ditujukan untuk Menteri ESDM Sudirman Said atau kepada staf khususnya.
"Terlalu prematur untuk menentukan apa motif di balik ini," ujar Fabby. Penyelidikan lebih lanjut perlu dilakukan.
Dia menyebut persoalan tentang mafia migas sudahlah berlalu. Lagipula sejauh ini, tidak ada kebijakan Menteri ESDM yang cukup keras terhadap para mafia tersebut. Saat ini justru ada beberapa isu sensitif lain yakni perpanjangan izin kontrak, pembangunan smelter, dan proyek-proyek lain yang kita tidak tahu apakah ada pembatalan atau tidak. Aksi teror ini harus disikapi cermat dan tidak seharusnya dilakukan.
"Tapi saya tidak bisa bilang apakah ada hubungan dengan persoalan energi atau tidak. Tunggu hasil dari pihak berwajib saja," ucapnya.
Kejadian ini merupakan yang pertama kalinya bagi Kemen ESDM. Menurutnya, Kemen ESDM tidaklah rawan teror mengingat kebijakan yang dikeluarkan tidak ada yang radikal.
"Kecuali jika langkah yang diambil sebegitu dramatis seperti yang direkomendasikan Pak Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas beberapa waktu lalu.